Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta tahun 2020–2024 Iwan Henry Wardhana dituntut pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus dugaan korupsi berupa pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Arif Darmawan meyakini Iwan, bersama-sama dengan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024 Mohamad Fairza Maulana serta pemilik penyelenggara acara (EO) Gerai Production (GR PRO) Gatot Arif Rahmadi, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP," ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Selain pidana penjara, JPU menuntut agar Iwan dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Iwan juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp20,5 miliar subsider penjara selama 6 tahun, dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan, sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah.
Dalam persidangan yang sama, terdapat pula Fairza dan Gatot yang mendengarkan pembacaan surat tuntutan. Fairza dituntut pidana penjara selama 7 tahun; denda Rp500 juta subsider 6 bulan; serta uang pengganti Rp1,44 miliar subsider 3 tahun dan 6 bulan, dengan memperhitungkan penyitaan uang dalam penyidikan senilai Rp1,01 miliar dan Rp50 juta.
Sementara Gatot dituntut 9 tahun penjara; denda Rp500 juta subsider 6 bulan; serta uang pengganti Rp13,26 miliar subsider 4 tahun dan 6 bulan, dengan memperhitungkan aset yang telah disita Rp7 juta, satu unit mobil Suzuki, dan satu unit mobil Nissan Evalia.
Atas perbuatannya, Iwan, Fairza, dan Gatot diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, ketiganya didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp36,32 miliar. Iwan didakwa mengarahkan agar seluruh kegiatan Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas diserahkan kepada Gatot.
Hal itu dilakukan dengan kesepakatan bahwa Gatot akan memberikan kontribusi berupa uang untuk diserahkan kepada Iwan.
Selama periode 2022–2024, Gatot, atas dasar penunjukan dari Iwan dan arahan Fairza telah mengelola sekitar 101 acara PSBB Komunitas, 746 PKT, dan tiga Jakarnaval, dengan realisasi pembayaran setelah dipotong pajak sebesar Rp38,66 miliar.
Namun, jumlah pengeluaran sebenarnya hanya sebesar Rp8,19 miliar, sedangkan sisa lebih pembayaran yang disalahgunakan sebesar Rp30,46 miliar.
Selisih pembayaran tidak sah itu diduga digunakan untuk memberikan kontribusi uang kepada Iwan, Fairza, Gatot, serta pihak-pihak lain. Adapun Iwan disebut menikmati uang haram sebesar Rp16,2 miliar; Fairza Rp1,44 miliar; dan Gatot Rp13,52 miliar.
Dengan demikian, ketiga terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































