LSPR kukuhkan Lely Arrianie sebagai guru besar bidang komunikasi

1 month ago 14
...Saat ini, Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas, kalaupun ada, kita bisa sebut sebagai model komunikasi politik yang tidak ada model

Jakarta (ANTARA) - LSPR Institute of Communication and Business (LSPR Institute) mengukuhkan Prof Dr Lely Arrianie MSi sebagai guru besar bidang komunikasi di Jakarta, Jumat.

Dalam pengukuhan yang dihadiri sejumlah pejabat negara tersebut, Lely mengusung orasi yang berjudul "Komunikasi Politik Tanpa Model: Tantangan Menemukan Model Komunikasi Politik Khas Indonesia Menuju 2045”, yang merupakan gambaran model komunikasi politik Indonesia saat ini.

Pendiri dan CEO LSPR Institute, Dr. (H.C) Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR, FIPR, mengatakan pengukuhan guru besar memiliki makna yang mendalam tidak saja bagi dunia pendidikan, tetapi juga kemajuan masyarakat demokratis yang memperkuat pondasi kehidupan masyarakat yang lebih cerdas, lebih kritis, dan lebih berbudaya.

“Kita tahu, dunia komunikasi saat ini sedang menghadapi banyak tantangan: disinformasi, polarisasi media, krisis kepercayaan publik, kecanduan algoritma digital, dan budaya viral yang seringkali menenggelamkan nilai substansi. Begitu juga dengan dunia politik Indonesia yang membutuhkan etika komunikasi. Etika menjadi sangat penting sebagai basis komunikasi politik dan kebutuhan akan model komunikasi politik ciri khas Indonesia.” kata Prita Kemal Gani.

Rektor LSPR Institute, Dr. Andre Ikhsano, M.Si menegaskan acara pengukuhan tersebut menunjukkan keseriusan LSPR dalam dunia akademis dengan memberikan sumbangsih keilmuan yang lebih luas dan mendalam.

“Orasi menunjukkan pentingnya komunikasi politik bagi setiap aktor politik agar menciptakan sebuah gaya, pola dan model komunikasi yang menunjukkan kekhasan Indonesia,” terang Andre.

Dalam orasinya, Profesor Lely mengatakan Indonesia perlu memiliki model komunikasi politik yang jelas dan kuat untuk membangun budaya politik yang menjadi ciri khas Indonesia.

“Saat ini, Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas, kalaupun ada, kita bisa sebut sebagai model komunikasi politik yang tidak ada model,” kata Lely.

Lely menjelaskan karena ketiadaan model, maka semua pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih didominasi oleh gaya atau pola komunikasi politik bukan model.

Padahal gaya (ciri khas dari individu politisi) dan pola (tindakan yang berulang dari politisi) tersebut menunjukkan lebih kepada gaya dan karakteristik atau sifat individu. Sementara model merupakan sebuah sistem yang konkret yang dapat menjadi acuan untuk mempelajari kompleksitas sebuah fenomena agar bisa dipelajari atau dianalisa lebih lanjut.

Baca juga: Haedar Nashir larang PTMA berikan gelar profesor kehormatan

Baca juga: Undip segera kukuhkan 36 guru besar

Baca juga: Wamendiktisaintek: Kampus perguruan tinggi ke depan harus merakyat

Pewarta: Indriani
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |