Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Francine Widjojo kembali mendesak pencabutan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum, karena dinilai cacat hukum.
"Tidak lelah-lelahnya kami menjelaskan kembali bahwa air bersih dan air minum merupakan dua komoditas berbeda dan tidak bisa dikenakan tarif yang sama," kata Francine di Jakarta, Jumat.
Francine menilai bahwa dalam kenaikan tarif air bersih yang didasari oleh Kepgub 730/2024 tentang air minum cacat hukum.
Baca juga: Legislator DKI minta Kepgub 730/2024 tentang tarif air minum dicabut
Ia menuturkan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang menyebut bahwa air minum merupakan air yang siap untuk diminum dan memenuhi syarat kesehatan tertentu.
"Pj Gubernur (Teguh Setyabudi) pasti mengetahui kalau PAM Jaya belum sepenuhnya menyalurkan air minum, melainkan air bersih. Oleh karena itu, kenaikan tarif air bersih PAM Jaya menggunakan Kepgub 730/2024 bertentangan dengan peraturan yang berlaku," ujar anggota DPRD dari Fraksi PSI itu.
Francine kembali menegaskan, Kepgub 730/2024 memiliki cacat hukum dalam penerbitannya. Selain itu, kenaikan tarif hingga 71,3 persen dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.
Baca juga: P3RSI keberatan kenaikan tarif PAM, Legislator: Tunda dulu
Oleh karena itu, dia menekankan perlunya pencabutan Kepgub yang memicu kenaikan tarif air bersih dari Rp12.550/m3 ke Rp21.500/m3 tersebut.
"Saya menerima aduan masyarakat penghuni apartemen yang memprotes alasan PAM Jaya bahwa kenaikan tarif air dikarenakan selama 17 tahun tidak pernah naik," katanya.
Sedangkan para penghuni apartemen dan kondominium, kata dia, justru dirugikan karena selama 17 tahun kelebihan membayar akibat kesalahan klasifikasi pelanggan.
"Seharusnya tarif dasar kelompok K II untuk hunian, namun dikenakan tarif penuh kelompok K III yang setara dengan tarif air minum di hotel dan mal," ujarnya.
Dia juga mempertanyakan mengapa Kepgub 730/2024 yang terbit pada tahun 2024 tidak menjadikan UMP tahun 2024 sebagai acuan untuk menentukan batas atas tarif air minum.
"Seharusnya, tarif air minum yang dikenakan tidak boleh lebih dari Rp20.269/m3," katanya.
Baca juga: Penyesuaian tarif baru PAM Jaya untuk tingkatkan pelayanan
Senada dengan Francine, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta, menyebut kenaikan tarif air bersih oleh PAM Jaya sarat akan persoalan hukum, masalah dasar hitung, dan asas keadilan sosial.
Sebelumnya, Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan, penyesuaian tarif air telah mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 tahun 2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
Selain terus melakukan pembangunan infrastruktur jaringan perpipaan, Arief mengatakan, kebijakan ini juga merupakan bagian dari upaya PAM Jaya dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemenuhan air minum pada 2030.
Tidak hanya itu, kombinasi penerapan teknologi inovatif, disiplin operasional, hingga kerja sama sinergis juga dilakukan demi terwujudnya 100 persen cakupan air minum bagi seluruh warga Jakarta. Penerapan tarif baru merupakan upaya untuk mewujudkan pemenuhan air minum secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta.
“PAM Jaya berkomitmen memberikan layanan yang lebih baik, sekaligus mendukung program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air minum masyarakat Jakarta secara menyeluruh," katanya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025