Lamin Guntur Ecolodge, paduan keelokan pasir putih dan adat komunal

2 days ago 7

Berau (ANTARA) - Ada sebuah keelokan bersembunyi anggun di daratan tanjung Pulau Kalimantan, tepatnya di Desa Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau. Di sanalah, di antara hamparan pantai putih yang lembut dan birunya laut berpadu dalam destinasi bernama Lamin Guntur Ecolodge.

Lebih dari sekadar penginapan, tempat ini adalah gerbang menuju keindahan alam Kalimantan Timur yang kerap terlupakan.

Lamin Guntur Ecolodge hadir bagai angin sejuk bagi para pencinta kedamaian dan keindahan alam. Ia menawarkan panorama pantai dan laut yang tak kalah memesona dengan kemolekan bahari di timur Indonesia.

Rasakan pengalaman berdiri di pantai itu dengan menyentuh lembut pasir putih di bawah kaki, sembari mata dimanjakan oleh gradasi warna biru laut yang berpadu harmonis dengan hijaunya pepohonan kelapa yang melambai tertiup angin.

Ciri khas pantai di kawasan ini adalah keberadaan batu karang besar yang gagah menjorok ke laut. Bongkahan alami ini seolah menjadi penjaga setia garis pantai yang tenang dengan ombaknya berderu lamban.

Di sepanjang bibir pantai, ribuan pohon kelapa berdiri melambai, memberikan keteduhan alami dan menciptakan suasana tropis.

Kejernihan air di Lamin Guntur Ecolodge menggoda, seolah memanggil para pengunjung untuk segera menceburkan diri dan merasakan kesegarannya.

Lebih jauh dari deburan ombak, sebuah misteri alam lain menanti untuk dijelajahi, yakni Gua Kelelawar. Tersembunyi di antara rimbunnya pepohonan, gua ini merupakan rumah bagi ribuan kelelawar yang beraktivitas di senja dan pagi hari.

Konon, gua itu dulunya merupakan tempat persembunyian para penyelundup yang membawa barang-barang dari Tawau, Malaysia, menuju Kalimantan Timur melalui jalur laut.

Memasuki gua, terdapat formasi bebatuan alami dan suara khas kepakan sayap ribuan kelelawar. Cahaya matahari yang menembus celah-celah bebatuan menciptakan siluet dramatis, menjadikannya spot fotogenik.

Keindahan gua yang dikelilingi oleh hijaunya pepohonan rindang menawarkan kontras yang menarik dengan birunya laut di kejauhan. Tak heran, tempat ini menjadi salah satu primadona bagi para wisatawan untuk mengabadikan momen kunjungan mereka.

Perjalanan menuju surga bernama Lamin Guntur Ecolodge memang membutuhkan sedikit perjuangan. Desa Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-Biduk, berjarak cukup jauh dari Tanjung Redeb, Berau. Bahkan dari Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda, jaraknya mencapai 453 kilometer dengan estimasi waktu tempuh sekitar 13 jam perjalanan darat.

Lamin Guntur Ecolodge menyuguhkan keindahan pantai pasir putih, birunya laut dan gua kelelawar nan eksotis. (ANTARA/HO-Dok pengelola Lamin Guntur Ecolodge)

Meskipun demikian, jauhnya lokasi dan lamanya perjalanan seolah terbayar lunas begitu mata menangkap panorama Lamin Guntur Ecolodge yang memukau.

Baca juga: Muda-mudi Balikpapan jadi duta wisata Kaltim 2024

Asal mula dibentuk

Lamin Guntur Ecolodge bukanlah sekadar destinasi wisata. Di balik bangunan-bangunan bergaya cottage yang terbuat dari pohon kelapa dengan ukiran khas suku Dayak yang menghiasi setiap sudutnya, terukir jejak perjalanan hidup seorang figur berpengaruh di Kalimantan Timur, Ronald Lolang.

Sosok sang pendiri itu dikenal ikut berjasa dalam perfilman Indonesia, karena kiprahnya sebagai produser film nasional pada 1970-an hingga 1980-an ini, ternyata memiliki kecintaan yang mendalam terhadap tanah kelahirannya.

Lebih dari sekadar berkarya di dunia perfilman, Ronald Lolang adalah seorang pemikir dan pembangun yang memiliki visi jauh ke depan untuk Kalimantan Timur.

Salah satu wujud nyata dari visinya adalah pengembangan sektor pariwisata di Benua Etam. Pada tahun 2017, dengan semangat untuk memperkenalkan keindahan alam Kaltim kepada khalayak luas, Ronald Lolang mendirikan Lamin Guntur EcoLodge.

Namun, jauh sebelum menjadi destinasi wisata, lamin-lamin yang berdiri menghadap ke birunya laut lepas itu memiliki kisah yang lebih personal dan menyentuh. Rupanya, bangunan-bangunan tersebut awalnya diperuntukkan secara khusus oleh Ronald Lolang bagi istri tercintanya.

Sebuah ungkapan kasih sayang yang diwujudkan dalam bentuk tempat peristirahatan yang nyaman dan dikelilingi keindahan alam yang luar biasa.

Nama Lamin Guntur memiliki akar sejarah dan budaya yang kuat. "Lamin" dalam bahasa Dayak berarti rumah panjang atau bangunan tempat tinggal komunal.

Sementara "Guntur" diambil dari nama seorang tokoh penting dalam sejarah masyarakat setempat, yakni kepala Suku Dayak Basap pertama yang diangkat oleh Raja Sambaliung dan diberi gelar Raja Guntur Moalam.

Pemilihan nama itu bukan hanya sekadar identitas, tetapi juga sebuah bentuk penghormatan terhadap masyarakat adat dan para leluhur yang telah mendiami tanah ini sejak lama.

Memasuki kawasan Lamin Guntur Ecolodge, pengunjung langsung disuguhkan dengan arsitektur yang unik dan menyatu dengan alam. Material utama bangunan yang didominasi oleh kayu kelapa memberikan kesan alami dan hangat.

Sentuhan seni ukir khas Dayak yang menghiasi pilar, dinding, hingga ornamen-ornamen kecil, menambah nilai estetika dan memberikan pemahaman akan kekayaan budaya lokal.

Berdiri di beranda cottage, maka mata dimanjakan dengan hamparan pasir putih, deburan ombak yang menenangkan, dan birunya Laut Sulawesi yang membentang luas hingga ke sejauh mata memandang. Suara angin laut yang berbisik dan semilirnya udara segar menciptakan suasana yang begitu damai dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Pun keberadaan ukiran-ukiran Dayak bukan hanya sebagai dekorasi, tetapi juga sebagai media untuk mengenalkan filosofi dan cerita-cerita luhur dari masyarakat adat setempat.

Interaksi dengan masyarakat lokal juga menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman menginap di sini, memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk belajar lebih banyak tentang budaya dan tradisi Kalimantan Timur.

Kehadiran Lamin Guntur Ecolodge bukan hanya memberikan kontribusi bagi perkembangan pariwisata di Kalimantan Timur, tetapi juga menjadi simbol dari visi seorang Ronald Lolang yang ingin mengangkat potensi daerahnya dengan tetap menghargai akar budaya dan kearifan lokal.

Baca juga: OIKN jadikan kearifan lokal Kaltim sebagai desa wisata seperti Bali

Libatkan masyarakat lokal

Buyan, sang manajer yang juga merupakan putra asli suku Dayak Basap, dengan bangga menuturkan filosofi di balik pengelolaan ecolodge ini.

Saat diwawancara, suaranya terdengar lantang dan bersemangat mengisahkan bagaimana keterlibatan masyarakat lokal, khususnya suku Dayak Basap, menjadi nyawa Lamin Guntur.

"Sejak awal pendiriannya, kami memiliki komitmen kuat untuk memberdayakan masyarakat lokal," ungkap Buyan.

Mendiang Ronald, pendiri tempat ini, memiliki kepercayaan yang besar kepada masyarakat Dayak Basap. Mereka menjadi tulang punggung Lamin Guntur sejak awal.

Di Lamin Guntur Ecolodge, campur tangan penduduk setempat terasa dalam setiap aspek operasional. Mulai dari staf manajemen, para helper yang ramah, hingga para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjajakan hasil karya dan kuliner khas, semuanya berpadu menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan.

Langkah ini bukan hanya memberikan lapangan pekerjaan, tetapi juga menumbuhkan roda perekonomian di sekitar kawasan ecolodge.

"Niat awal kami sangat jelas, yaitu melestarikan budaya lokal sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat," tegas Buyan.

Semangat ini tercermin tidak hanya dalam kebijakan pengelolaan sumber daya manusia, tetapi juga dalam setiap aktivitas yang disuguhkan kepada para wisatawan.

Pengalaman menginap di Lamin Guntur Ecolodge bukan sekadar menikmati kenyamanan cottage berarsitektur tradisional. Lebih dari itu, para tamu diajak untuk menyelami kekayaan budaya suku Dayak Basap secara langsung.

Berbagai pertunjukan seni seperti tarian dan alunan musik tradisional seringkali memeriahkan suasana. Wisatawan juga dapat mencoba permainan rakyat yang unik seperti menyumpit dan bermain egrang, merasakan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Tak jarang, Lamin Guntur Ecolodge juga menjadi tuan rumah bagi festival-festival adat yang sarat makna, memberikan kesempatan langka bagi para pengunjung untuk menyaksikan langsung tradisi Dayak Basap yang masih hidup dan lestari.

Tak heran, destinasi wisata ini selalu menjadi pilihan favorit saat musim liburan tiba, tempat di mana penat dapat sirna dan keindahan serta kearifan lokal Kalimantan meresap.

Sentuhan tulus dari suku Dayak Basap bukan hanya memperkaya pengalaman wisatawan, tetapi juga memastikan bahwa kekayaan alam dan budaya Kalimantan tetap terjaga untuk generasi mendatang. Lebih dari sekadar tempat berlibur, Lamin Guntur Ecolodge adalah rumah bagi tradisi, ruang bagi kolaborasi, dan cerminan harmoni antara manusia dan alam.

Baca juga: Dispar Kaltim promosikan lima destinasi wisata menarik di sekitar IKN

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |