Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nugroho Sulistyo Budi menjelaskan makna ancaman siber yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) agar tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat.
“Ancaman siber itu lebih mengerah kepada bagaimana kita mengantisipasi terjadinya pencurian data atau informasi, terjadi manipulasi data,” ucap Nugroho saat diwawancarai ANTARA di Jakarta, Rabu.
Kepala BSSN menjelaskan makna ancaman siber tersebut merespons pandangan Komnas HAM yang menilai RUU KKS masih belum mengatur definisi ancaman siber dengan batasan yang objektif.
Dicontohkan Nugroho, ancaman siber yang dimaksud dalam RUU KKS adalah peristiwa ataupun bencana digital yang menyebabkan kekacauan data.
“Contoh, data perbankan. Kalau diubah angka, hurufnya, akunnya, nomor rekeningnya, bisa salah itu. Diubah angkanya, bisa salah itu. Jadi, ancaman pencurian, ancaman manipulasi data, ancaman pengambilan data,” ujarnya.
Contoh lain, imbuh Nugroho, ancaman perusakan terhadap pusat data. “Ini kan ancaman terhadap aktivitas warga masyarakat di ruang siber, ada data pribadi di situ, ada data publik di situ, ada data sensitif di situ,” imbuhnya.
Nugroho lebih lanjut mengatakan pihaknya bertugas untuk memonitor kerentanan ancaman siber tersebut.
Menurut dia, pemantauan dilakukan dengan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, mulai dari penyelenggara negara, industri, akademisi, hingga komunitas masyarakat agar tidak terjadi insiden siber yang meluas.
Sebelumnya, Komnas HAM menyampaikan pandangan atas draf RUU KKS dan naskah akademik versi pemerintah. Pandangan itu disampaikan oleh Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10).
Komnas HAM, salah satunya, memandang RUU KKS mendefinisikan ancaman siber dan keamanan siber secara sangat luas dan kabur, tanpa batasan objektif.
“Definisi yang ambigu tersebut berpotensi digunakan untuk menjustifikasi tindakan pembatasan akses, pemblokiran konten, atau pelacakan terhadap aktivitas warga di ruang digital tanpa mekanisme pengawasan yudisial yang memadai,” ucap Anis.
Baca juga: Kepala BSSN: Teknologi dalam ekonomi digital harus diiringi keamanan
Baca juga: BPJPH-BSSN perkuat sistem layanan siber yang aman melalui TTIS
Baca juga: Kolaborasi BBSN-BPK perkuat tata kelola pemerintahan yang akuntabel
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































