Kenapa makanan Jawa dan Jogja rasanya manis? Ini alasannya

3 weeks ago 6

Jakarta (ANTARA) - Makanan khas Jawa, terutama dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, dikenal luas karena cita rasanya yang cenderung manis. Tidak hanya pada lauk-pauk, bahkan sambal dan sayur tumis dari wilayah ini pun sering memiliki rasa manis yang khas.

Lalu, apa yang membuat masakan Jawa, khususnya dari Solo dan Jogja, memiliki ciri khas seperti itu? Jawabannya berkaitan erat dengan sejarah, budaya, dan kondisi alam di Pulau Jawa.

Filosofi di balik rasa manis

Menurut Prof. Bani Sudardi, Guru Besar Ilmu Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, masyarakat Jawa terbagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: masyarakat Jawa keraton (Solo dan Yogyakarta), masyarakat Banyumasan, dan masyarakat Brangwetan (Jawa Timur). Dari ketiga kelompok ini, masyarakat yang dekat dengan lingkungan keratonlah yang dikenal paling menyukai rasa manis.

Hal ini disebabkan oleh filosofi dalam budaya keraton yang menganggap rasa manis sebagai simbol kenikmatan, keharmonisan, dan kebahagiaan. Tak heran jika dalam berbagai acara adat dan tradisi masyarakat Jawa, makanan manis selalu menjadi sajian utama yang menyimbolkan keberkahan dan kerukunan.

Baca juga: 10 makanan khas Jawa yang legendaris, ada Gudeg dan Rawon

Pengaruh alam dan gula kelapa

Kondisi alam di Pulau Jawa, khususnya wilayah pesisir, sangat mendukung pertumbuhan pohon kelapa. Masyarakat pun memanfaatkan pohon ini dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengolah nira kelapa menjadi gula merah atau gula Jawa.

Ketersediaan bahan manis inilah yang mendorong masyarakat untuk membiasakan diri memasukkan gula ke dalam berbagai masakan dan minuman, termasuk dalam sayur, lauk, hingga jajanan tradisional.

Penggunaan gula kelapa dalam jumlah banyak membuat rasa manis menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Jawa. Bahkan, warna cokelat keemasan pada banyak masakan tradisional khas Solo dan Jogja pun berasal dari pemakaian gula ini.

Jejak sejarah: Tanam paksa dan industri gula

Pengaruh sejarah kolonial juga berperan besar dalam memperkuat dominasi rasa manis pada masakan Jawa. Berdasarkan buku Antropologi Kuliner Nusantara, pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1830, sistem tanam paksa diterapkan di Pulau Jawa. Petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur diwajibkan menanam komoditas ekspor, salah satunya tebu.

Tanam paksa ini menjadikan Jawa sebagai produsen gula utama di Asia Tenggara bahkan dunia. Ratusan pabrik gula bermunculan, dan masyarakat pun mulai terbiasa mengolah tebu tidak hanya untuk ekspor, tetapi juga sebagai bahan dasar dalam makanan sehari-hari. Produksi gula bahkan terus berlanjut melalui kerja sama antara Belanda dan pecahan Kerajaan Mataram seperti Keraton Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Simbol kebudayaan dan warisan tradisi

Dalam budaya Jawa, rasa manis tak hanya sekadar rasa, tetapi juga simbol dari keindahan dan kasih sayang. Hidangan manis sering kali disajikan dalam upacara adat, pernikahan, dan momen bahagia lainnya sebagai simbol kebahagiaan dan doa untuk masa depan yang manis.

Rasa manis juga kerap menjadi metafora dalam kesusastraan Jawa. Dalam puisi dan tembang, manisnya kehidupan digambarkan sebagai lambang harmoni dan kasih sayang antar manusia dan alam semesta.

Baca juga: Asal usul sejarah Rawon, hidangan khas Jawa Timur yang legendaris

Kelezatan kuliner manis khas Jawa

Beberapa makanan manis khas Jawa yang populer di antaranya:

  • Gudeg Jogja: Makanan yang terbuat dari nangka muda dimasak dengan santan dan gula Jawa selama berjam-jam, kemudian disajikan dengan krecek, telur, ayam, dan kuah santan kental.
  • Selat Solo: Olahan daging dan sayuran dengan kuah manis yang terinspirasi dari hidangan Eropa, diperkaya dengan kecap manis dan rempah.
  • Gethuk Goreng: Jajanan dari singkong dan gula Jawa yang terkenal dari Banyumas, dengan rasa manis legit dan gurih.

Cita rasa manis yang melekat pada makanan Jawa, khususnya dari Solo dan Jogja, bukanlah hasil kebetulan. Ia merupakan hasil perpaduan dari kondisi geografis, sejarah kolonial, pengaruh perdagangan global, dan kearifan budaya lokal.

Dari filosofi hidup hingga warisan kerajaan, semuanya berkontribusi menjadikan rasa manis sebagai identitas kuliner Jawa yang lestari hingga kini.

Dalam dunia yang terus berubah, rasa manis ini menjadi pengingat bahwa budaya bisa hadir dalam setiap gigitan makanan.

Baca juga: Makanan khas bumbu kacang, ini bedanya ketoprak dan kupat tahu

Baca juga: Asal usul nasi pecel, kuliner tradisional yang jadi ikon Nusantara

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |