Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bekerjasama dengan pusat konservasi Vantara dari India dalam upaya pencegahan kematian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) akibat infeksi Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV).
Dalam pernyataan diterima dari Jakarta, Senin, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyampaikan akan memberi perhatian khusus terkait pencegahan EEHV setelah kematian anak gajah bernama Laila di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Bengkalis, Riau akibat infeksi EEHV.
Mencegah hal serupa terjadi, Menhut Raja Antoni meminta bantuan Fauna Land Indonesia untuk mendatangkan dokter gajah dari Vantara di India. Vantara adalah pusat penyelamatan, rehabilitasi, dan konservasi satwa liar raksasa di Jamnagar, Gujarat, India dengan salah satu Rumah Sakit Gajah tercanggih di dunia
"Saya sudah kontak temen di India bisa menemukan antivirus itu, tinggal study-nya apakah cocok atau tidak dengan gajah kita. Cuman saat ini sudah ada progres. Mereka bahkan mau ngasih gratis jika cocok dengan gajah kita. Tinggal satu step riset lagi," kata Menhut.
Menindaklanjuti hal itu, Fauna Land Indonesia bersama Tim Vantara India telah tiba di Riau pada Senin (22/12). Kedatangan mereka untuk melakukan analisis medis dan melakukan tindakan preventif terhadap penyebaran virus EEHV.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko menyebut kedatangan mereka ke Riau pada hari ini untuk mengevaluasi kondisi gajah di wilayah tersebut.
"Kita hari ini mengunjungi-mengunjungi Taman Wisata Alam (TWA) Buluh Cina di Balai Besar KSDAE Riau, bersama dengan tim dari Vantara dari India untuk bersama-sama mengevaluasi bersama-sama melihat kondisi gajah yang di captivity. Karena kita tahu beberapa waktu lalu ada kejadian, misalnya anak gajah yang meninggal karena virus EEHV yang itu akan kita cegah," jelas Dirjen KSDAE Kemenhut Satyawan.
Baca juga: Pemerintah mulai relokasi masyarakat bermukim di TN Tesso Nilo
Menurutnya, pencegahan kematian gajah akibat infeksi EEHV memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, terutama dalam mendeteksi gejala sejak dini. Dengan adanya kerjasama itu, dia mengharapkan dapat menyelamatkan populasi gajah sumatera yang bukan hanya terancam akibat kehilangan rumah ekosistem mereka, tapi juga ancaman EEHV.
"Sehingga untuk mencegah itu, kita perlu ada pengetahuan yang cukup. Perlu ada keterampilan yang cukup. Kita bekerjasama dengan mitra kita dari luar negeri untuk datang bersama-sama. Membuat peaceline data untuk gajah yang ada di sini, lalu juga tentu capacity building untuk mahout (pawang gajah)," jelasnya.
Meski kerja sama ini dimulai di Buluh Cina, upaya preventif nantinya juga akan menjangkau seluruh kantong gajah di Taman Nasional Tesso Nilo, Sebanga, Way Kambas dan lokasi lainnya.
Sementara itu, CEO Fauna Land Indonesia, Danny Gunalen menyampaikan, pihaknya sebagai perwakilan Vantara di Indonesia, siap mendukung pemerintah dalam survei dan penanganan kesehatan gajah di TWA Buluh Cina.
Dia menyebut, tim dokter spesialis gajah dari India telah melakukan diagnosis awal, mempelajari kondisi kesehatan serta kesejahteraan gajah di lokasi tersebut, terutama pasca merebaknya penyakit herpes.
"Mereka ada dokter-dokter ahli yang sekarang ini ikut mensurvei lokasi ini yang di mana beberapa waktu lalu terjadi outbreak penyakit herpes, kami sudah melihat mendiagnosa, mempelajari kondisi dan wellfare gajah ini, dan kami akan melakukan langkah-langkah berikutnya, preventif measurement dari medis dan akan berkala ini. Kami terapkan supaya menghindari terjadi kematian lagi," katanya.
Kolaborasi lintas negara ini diharapkan dapat memperkuat sistem perlindungan gajah di Indonesia. Sekaligus menjadi model penanganan kesehatan satwa liar yang lebih terukur, berbasis data, dan berorientasi pada pencegahan dini.
Baca juga: BBKSDA Riau: Kematian anak gajah Laila disebabkan virus herpes
Baca juga: Prabowo serahkan 20 ribu hektare hutan di Aceh untuk konservasi gajah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































