Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menilai Satuan Tugas Bersama melibatkan Perguruan Tinggi dan rumah sakit pemerintah, sebagai solusi guna mencegah kekerasan dalam pendidikan kedokteran dan kesehatan, khususnya pada program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Wakil Menteri Diktisaintek, Fauzan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta Rabu, mengatakan bahwa pembentukan Satgas merupakan bagian dari rencana aksi untuk mewujudkan pendidikan kedokteran yang bebas dari perbuatan kekerasan secara fisik, verbal ataupun praktik tak terpuji lainnya.
“Satgas bersama ini penting agar ada sistem pelaporan dan pendampingan korban yang aman, responsif, dan terintegrasi antara kampus dan rumah sakit,” katanya.
Baca juga: Menkes ungkap 632 kasus praktik perundungan dan pungli dalam PPDS
Dia menjelaskan, pembentukan Satgas itu akan dilengkapi dengan penyusunan pedoman nasional sebagai acuan bersama bagi perguruan tinggi dan rumah sakit pemerintah, sesuai dengan Permendikbudristek Nomor: 55/2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi.
Langkah lainnya mencakup evaluasi komprehensif terhadap penyelenggaraan program PPDS, meliputi sistem seleksi, pembinaan, supervisi, dan evaluasi mahasiswa, serta pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Nasional yang bertugas memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program secara berkelanjutan.
“Sinergi sistem informasi dan interoperabilitas data antara Kemendikti dan Kementerian Kesehatan juga akan ditingkatkan untuk pemantauan bersama,” ujarnya.
Baca juga: RI reformasi pendidikan dokter spesialis dengan sistem ACGME
Sebagai bagian dari pengawasan, kolaborasi antara inspektorat jenderal dari kedua kementerian juga akan diperkuat, khususnya untuk penanganan kasus-kasus kekerasan yang dieskalasi ke tingkat kementerian.
Dalam rapat kerja tersebut Kemendikti memaparkan, pada medio 2021-2024 ada 310 laporan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi, termasuk yang melibatkan peserta program PPDS. Dari jumlah itu, kekerasan seksual mencapai 49,7 persen, perundungan 38,7 persen, dan intoleransi 11,6 persen.
Dengan begitu, menurut Fauzan, keberadaan Satgas Bersama ini menjadi sangat penting sehingga sejumlah kasus tidak meluas, dan para peserta program pendidikan kedokteran spesialis bisa fokus hingga menjadi tenaga profesional andalan bangsa.
Baca juga: Kemdiktisaintek evaluasi pendidikan dokter secara menyeluruh
Dia pun memastikan bahwa inisiasi ini sebagai wujud konsistensi dari kementeriannya untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan pada sektor pendidikan.
Kemendikti sebelumnya juga sudah memastikan bahwa seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2025