Kasus korupsi APD, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dituntut 4 tahun penjara

9 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana dituntut pidana penjara selama 4 tahun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri COVID-19 Kemenkes pada tahun 2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sandy Septi Murhanta Hidayat mengatakan tuntutan tersebut seiring dengan keyakinan penuntut bahwa mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19.

"Hal ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan pertama," ucap Sandy pada sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Tak hanya pidana penjara, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Selain Budi, terdapat pula dua orang terdakwa lainnya yang disidangkan bersamaan dan diyakini JPU bersama-sama terlibat melakukan korupsi pada kasus pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19, yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

Baca juga: Eks Kapus Krisis Kesehatan Kemenkes didakwa rugikan negara Rp319 M

Satrio dituntut agar dijatuhi pidana penjara selama 14 tahun dan 10 bulan penjara, sedangkan Ahmad selama 14 tahun dan 4 bulan. Kedua terdakwa juga dituntut agar dikenakan pidana denda masing-masing sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, baik Satrio maupun Ahmad, turut dituntut agar dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp59,98 miliar subsider 4 tahun penjara serta senilai Rp224,18 miliar subsider 6 tahun penjara

Dengan demikian, JPU meyakini perbuatan ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum mengajukan tuntutan pidana, JPU mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan yang dipertimbangkan, yakni perbuatan ketiga terdakwa tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta dilakukan dalam kondisi darurat bencana.

Khusus Ahmad, salah satu hal memberatkan lainnya yang dipertimbangkan, yaitu tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

"Sementara hal meringankan yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa bersikap sopan di persidangan," tutur JPU.

Baca juga: Majelis hakim tolak keberatan Dirut PPM di kasus korupsi APD Kemenkes

Dalam kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 itu, tiga orang terdakwa diduga merugikan negara sekitar Rp319,69 miliar. Kerugian negara terjadi akibat perbuatan para terdakwa yang memperkaya Satrio sebesar Rp59,98 miliar, Ahmad Rp224,19 miliar, PT Yoon Shin Jaya Rp25,25 miliar, serta PT GA Indonesia Rp14,62 miliar.

Ketiga terdakwa didakwa turut serta melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu pasang seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak lima juta pasang, serta menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp10 miliar untuk membayarkan 170 ribu pasang APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran.

Kemudian, ketiga terdakwa juga disangkakan ikut serta menerima pembayaran terhadap 1,01 juta pasang APD merek BOHO senilai Rp711,28 miliar untuk PT PPM dan PT EKI, padahal PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang/jasa sejenis di instansi pemerintah serta tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK).

Selain itu, PT EKI dan PT PPM juga diduga tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat, yaitu efektif, transparan, dan akuntabel.

Dengan demikian, perbuatan ketiga terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK tetapkan tiga tersangka korupsi APD pada masa pandemi COVID-19

Baca juga: KPK panggil eks Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana

Baca juga: KPK sita rumah hingga robot pembasmi COVID-19 di kasus korupsi APD

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |