Industri hilir sawit dukung percepatan swasembada pangan dan energi

4 hours ago 2
Pertama, kerja sama ekonomi bilateral Indonesia yang saat ini dengan 9-10 negara, tetapi produk sawit secara keseluruhan belum banyak dimanfaatkan dalam kerja sama bilateral ini. Karena ada beberapa insentif yang barangkali belum diketahui oleh dunia

Jakarta (ANTARA) - Pelaku usaha industri hilir sawit mendukung pemerintah untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen serta percepatan swasembada pangan dan energi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), Rapolo Hutabarat di Jakarta, Kamis mengatakan ada dua kunci dari sisi industri sawit dalam mendukung target pemerintahan tersebut, pertama mengoptimalkan kerja sama internasional seperti BRICS dan mendorong investasi di sektor hilirisasi sawit.

“Pertama, kerja sama ekonomi bilateral Indonesia yang saat ini dengan 9-10 negara, tetapi produk sawit secara keseluruhan belum banyak dimanfaatkan dalam kerja sama bilateral ini. Karena ada beberapa insentif yang barangkali belum diketahui oleh dunia usaha di Indonesia,” ujarnya dalam acara buka puasa Aprobi, Gimni dan Apolin dengan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan).

Menurut dia, bergabungnya Indonesia menjadi anggota ke-10 BRICS, organisasi yang beranggotakan negara-negara berkembang, yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan pada 6 januari 2025 merupakan peluang besar untuk sektor sawit, apalagi negara-negara tersebut tidak ada yang menerapkan hambatan dagang terhadap produk sawit.

Dia berharap kerja sama pemerintah dengan BRICS menjadi kunci menarik investasi untuk sektor sawit dari 10 negara itu kemudian menjadi pasar utama dari produk sawit Indonesia.

Kunci kedua untuk mencapai target swasembada dan ekonomi delapan persen yaitu dalam perluasan hilirisasi, tambahnya, namun Indonesia masih mengabaikan sawit untuk bernilai tambah tinggi seperti produk fitonutrien terutama betakaroten, tokoferol dan tokotrienol dan lain-lain.

Padahal, lanjut dia, pangsa pasar dari tiga jenis produk tadi dalam 3 tahun terakhir tembus 10 miliar dolar AS. Dan tidak ada satupun perusahaan farmasi Indonesia menjadi produsen produk sawit bernilai tambah tinggi tersebut.

Dia menyebut potensi produk fitonutrien itu bisa mencapai 15 miliar dolar AS per tahun, atau 50 persen dari total ekspor sawit yang mencapai 30 miliar dolar AS.

“Maka perlu barangkali alih teknologi, insentif dari pemerintah supaya ada investasi. Mungkin ini menjadi salah satu pokok dalam kita bernegosiasi dengan BRICS supaya investasi bisa masuk,” ujar Rapolo.

Sementara itu Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan pihaknya mendukung Pemerintahan Prabowo yang sudah menetapkan sawit sebagai aset nasional, namun masih ada pekerjaan rumah ke depan yakni ketidakpastian regulasi.

Misalnya, Perpres 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang dikhawatirkan berdampak buruk terhadap industri sawit nasional dan usaha-usaha yang terkait dengan penggunaan lahan.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Ernest Gunawan mengatakan pihaknya telah mendukung pemerintah dalam program biodiesel yang mana untuk program B35 pada 2024 penyaluran biodiesel sangat baik dengan realisasi mencapai 13,1 juta KL atau hampir 98 persen.

Untuk mendukung B50, tambahnya dibutuhkan total kapasitas 24 – 25 juta Kiloliter (KL), namun saat ini kapasitas terpasang hanya 19,6 juta KL sehingga masih perlu 4 – 5 juta KL kapasitas terpasang lagi.

“Mungkin tahun ini akan ada tambahan sekitar 1 juta KL. Diharapkan ke depan akan ada investasi di sektor ini atau existing players untuk ekspansi. Namun ekspansi tersebut akan berjalan apabila ada kenyamanan berusaha dan kepastian hukum,” ujarnya.

Baca juga: Bupati Kuningan larang penanaman kelapa sawit untuk jaga lingkungan

Baca juga: Peneliti LPEM UI: Pemerintah perlu beri kepastian hukum industri sawit

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |