Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mewakili Indonesia dalam forum teknologi internasional Machines Can See (MCS) 2025 menyuarakan bahwa kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) adalah masa depan semua bangsa tak terbatas untuk segelintir negara.
Dalam sesi panel bertajuk “Wanted: AI to Retain and Attract Talents to the Country,” Meutya menyerukan perlunya membangun ekosistem AI yang etis, inklusif, dan mencerminkan keberagaman dunia.
“Teknologi harus mencerminkan keberagaman dunia, bukan hanya prioritas segelintir orang,” ujar Meutya saat tampil sebagai pembicara dalam forum internasional “Machines Can See 2025” yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu.
Dalam acara tersebut, Meutya juga menyampaikan bahwa Indonesia sedang berada dalam fase yang sangat strategis secara demografis, digital, dan geopolitik untuk mengembangkan AI sebagai masa depan dan warisan dunia.
Menurutnya, dengan lebih dari 212 juta pengguna internet aktif dan status sebagai negara berpenduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian aktif dalam membentuk masa depan teknologi global.
Menkomdigi juga menggarisbawahi kesamaan pendekatan yang dibangun Indonesia bersama negara-negara BRICS dalam menciptakan ekosistem AI yang bertanggung jawab.
Baca juga: Menkomdigi ajak perempuan berperan lindungi anak-anak di ruang digital
Fokus utamanya mencakup kesetaraan akses, penguatan perspektif global selatan, dan pemanfaatan AI untuk menjawab tantangan nyata masyarakat.
“Inisiatif Indonesia dengan dialog BRICS semakin mencakup isu-isu seperti menjembatani kesenjangan digital, memajukan solusi pedesaan yang cerdas, dan menjaga kedaulatan data, seperti pemantauan bencana berbasis AI, pertanian cerdas, dan diagnostik kesehatan jarak jauh,” katanya.
Lebih lanjut, Meutya menjelaskan saat ini ada tiga aspek yang menjadi perhatian besar dari pemerintah Indonesia yaitu pendidikan, ketahanan pangan dan penyediaan layanan publik.
Agar AI bisa bermanfaat juga untuk pengembangan negara, maka Pemerintah Indonesia berupaya mengimplementasikan AI sebagai solusi untuk ketiga aspek tersebut.
Contohnya membangun aplikasi AI untuk ketahanan pangan, serta sistem perlindungan sosial yang akan diluncurkan pada Agustus 2025.
Baca juga: Kemkomdigi kaji dampak tarif AS untuk sektor teknologi dan digital
“Keamanan pangan menjadi perhatian Presiden Prabowo, terutama di tengah situasi geopolitik saat ini. Dan juga pendidikan merupakan keyakinan mendasar yang dipegang teguh Indonesia, karena dengan AI, kita percaya bahwa AI tidak hanya itu, mereka yang merancang dan mengatur AI harus lebih pintar dari AI itu sendiri,” ujar Meutya.
Di bidang infrastruktur digital, Meutya menyebutkan bahwa merupakan tantangan besar menghubungkan 17.000 pulau Indonesia secara merata. Untuk mengatasinya pemerintah kini sedang menyiapkan pelelangan spektrum 2,6 dan 3,5 GHz serta memperluas jaringan serat optik dan kabel bawah laut.
Langkah lain yang sedang ditempuh termasuk konsolidasi industri telekomunikasi dan pengembangan pusat data nasional berlatensi rendah untuk mendukung integrasi AI yang optimal.
“Ini sebuah kemajuan, tetapi tetap mengingatkan kita tentang skala tantangan untuk membangun konektivitas yang cepat dan andal di 17.000 pulau di Indonesia,” ucapnya.
Baca juga: Menkomdigi ingatkan penggunaan NIK untuk tiga nomor per operator
Isu diaspora digital juga menjadi perhatian. Meutya menyampaikan bahwa sekitar delapan juta warga negara Indonesia kini tinggal di luar negeri, termasuk 20.000 di antaranya yang bekerja di Silicon Valley.
“Jadi mereka sekarang berkecimpung dalam bidang inovasi perangkat lunak AI, sementara banyak dari mereka mungkin tidak lagi terhubung erat dengan lanskap domestik Indonesia, tetapi kami masih melihat mereka sebagai bagian dari kekuatan nasional kami. Kami lebih suka menggunakan istilah brain link daripada brain drain,” terangnya.
Sebagai bagian dari semangat inklusivitas, Indonesia juga tengah membangun pusat keunggulan AI di beberapa kota, termasuk Bandung, Surabaya, dan Papua.
“Menjadikan pusat keunggulan AI di Papua sangat penting bagi orang Indonesia untuk menunjukkan bahwa AI, bahwa kami percaya inklusivitas sangat penting ketika kita berbicara tentang AI,” ungkap Meutya.
Forum “Machines Can See 2025” menjadi ajang strategis bagi Indonesia untuk menegaskan bahwa masa depan kecerdasan buatan bukanlah milik satu bangsa atau satu kawasan, melainkan harus dibentuk bersama atas dasar keadilan, akses, dan keberagaman.
Baca juga: Kemkomdigi umumkan Permen pemanfaatan eSIM jaga ruang digital aman
Baca juga: Menkomdigi terima Menteri Urusan Perdagangan Luar Negeri Prancis
Baca juga: Menkomdigi: Negara hadir ciptakan ruang digital aman bagi anak
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025