Nanjing (ANTARA) - Tim peneliti China telah mengembangkan kombinasi nanobodi yang menunjukkan kemanjuran yang kuat dan luas terhadap Sindrom Demam Parah dengan Trombositopenia (Severe Fever with Thrombocytopenia Syndrome/SFTS), sebuah penyakit menular parah yang umumnya dikenal sebagai demam kutu (tick fever).
Dengan meningkatnya insidensi SFTS di dunia dan tidak adanya perawatan spesifik yang tersedia saat ini, terobosan tersebut menawarkan solusi terapeutik yang potensial.
Penelitian ini dipimpin oleh Profesor Wu Xilin dan timnya di Fakultas Kedokteran Universitas Nanjing melalui kolaborasi dengan beberapa lembaga dalam negeri di China. Penelitian tersebut telah diterbitkan pada Kamis (20/11) sebagai berita utama (cover story) di jurnal Science Translational Medicine.
"Tim peneliti telah memulai penelitian praklinis terhadap kombinasi nanobodi ini. Kami berharap dapat menghasilkan solusi obat yang dapat mengobati sekaligus mencegah SFTS," ujar Wu.
Infeksi SFTS kerap terjadi antara April hingga September ketika orang banyak digigit kutu di area berumput atau alam liar. Penyakit ini dapat menyebabkan gejala parah, seperti demam tinggi dan penurunan jumlah platelet yang drastis.
Sebelumnya, para peneliti di Universitas Nanjing telah mengisolasi nanobodi generasi pertama terhadap virus tersebut dari alpaka, yang menunjukkan kemanjuran awal dalam uji coba yang dilakukan pada tikus.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh beberapa subtipe virus SFTS, para peneliti mengadopsi pendekatan "terapi koktail".
Mereka mengimunisasi alpaka dengan antigen dari beragam subtipe virus dan menapis dua nanobodi ampuh yang menargetkan bagian-bagian virus terkonservasi yang berbeda dan memblokir infeksi. Nanobodi-nanobodi ini kemudian digabungkan menjadi satu pengobatan.
Dalam uji coba, musang terinfeksi yang diobati dengan kombinasi nanobodi ini semuanya dapat bertahan hidup. Jumlah virus mereka turun hingga ke level yang tidak terdeteksi, dengan peningkatan jumlah platelet yang signifikan dan berkurangnya kerusakan jaringan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.














































