Jakarta (ANTARA) - Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) meminta Kepolisian Daerah Bangka Belitung tidak melanjutkan laporan terhadap Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Bambang Hero Saharjo.
"Menyayangkan pelaporan pidana terhadap Prof. Bambang Hero atas keterangannya sebagai ahli di persidangan. ICEL memandang pelaporan ini tidak perlu diproses lebih lanjut," kata Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Prof. Bambang Hero Saharjo merupakan ahli dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada kurun 2015–2022 yang dilaporkan ke Polda Babel atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait kerugian negara akibat kasus tersebut.
Menurut Raynaldo, seorang ahli tidak dapat dituntut pidana atau digugat perdata karena hanya berperan membantu majelis hakim mendapatkan pertimbangan yang lebih komprehensif terhadap hal-hal yang sulit dipahami dalam memutus perkara.
Baca juga: Hitung kerugian kasus timah Rp271 T, guru besar IPB dilaporkan
Ia menjelaskan bahwa keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur dalam memutus sebuah perkara dibutuhkan paling tidak dua alat bukti yang sah.
"Oleh karena itu, hakim tidak terikat dengan keterangan ahli sehingga ahli tidak dapat diminta pertanggungjawaban hukum atas keterangannya, terlebih atas putusan majelis hakim," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dijelaskan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut pidana maupun digugat perdata.
"Hal ini diperkuat oleh Pasal 58 ayat (2) huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang secara eksplisit memberikan perlindungan hukum kepada ahli yang memberikan keterangan di persidangan," katanya.
Baca juga: Bambang Hero pertanyakan tuduhan beri keterangan palsu
Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan Pedoman Jaksa Nomor 8 Tahun 2022 ditegaskan penyampaian keterangan di persidangan merupakan salah satu bentuk perbuatan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup sehingga pelaporan terhadap Prof. Bambang harus dihentikan demi hukum.
Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa pelaporan terhadap Prof. Bambang ke Polda Babel merupakan bentuk proses hukum yang dilakukan untuk melawan partisipasi publik yang berdampak pada pembungkaman atau strategic lawsuit against public participation (SLAPP).
Sementara itu, selain meminta Polda Babel tidak melanjutkan pelaporan terhadap Prof. Bambang, ICEL memandang bahwa Polda Babel perlu untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kemudian, Polda Babel perlu mengimplementasikan mekanisme anti-SLAPP, seperti telah diatur dalam Pasal 66 UU PPLH dengan menghentikan penyidikan.
"Polda Babel perlu menyatakan secara publik bahwa kedudukan Prof. Bambang sebagai ahli yang dalam kapasitasnya memberikan keterangan di persidangan merupakan bentuk partisipasi publik dan dilindungi oleh hukum sehingga perkara tidak dapat dilanjutkan," ujarnya.
Baca juga: Kejagung pastikan beri pelindungan kepada Prof. Bambang Hero
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Guru Besar IPB Prof. Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1).
Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof. Bambang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 7 tahun.
Jika keterangan palsu tersebut diberikan dalam perkara pidana yang tersangkanya diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 9 tahun.
Baca juga: Kejagung: Pelaporan Bambang Hero adalah langkah yang salah besar
Baca juga: Ahli sebut kerugian kerusakan lingkungan kasus timah Rp271,06 triliun
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025