Jakarta (ANTARA) - Pemanasan global menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini, termasuk bagi Kota Jakarta. Sebagai ibu kota Indonesia yang padat penduduk, Jakarta mengalami berbagai dampak serius akibat meningkatnya suhu global.
Efek pemanasan global terhadap Jakarta dapat diamati dari beberapa aspek utama, yaitu kenaikan suhu, naiknya permukaan air laut, serta penurunan muka tanah.
Selain itu, perubahan iklim ini juga mempengaruhi siklus air, kelembapan udara, serta memperburuk ketimpangan sosial dan ketidakpastian ekonomi bagi penduduknya.
Baca juga: Peneliti: Masyarakat rentan perlu lebih dilibatkan di kebijakan iklim
1. Kenaikan suhu di Jakarta
Suhu di Jakarta terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 130 tahun terakhir, suhu permukaan kota ini mengalami kenaikan sebesar 1,6 derajat Celsius. Angka ini menunjukkan bahwa laju pemanasan di Jakarta lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata kenaikan suhu global dan regional.
Faktor utama yang berkontribusi terhadap fenomena ini adalah emisi gas rumah kaca, urbanisasi yang pesat, serta efek pulau panas perkotaan (urban heat island), yang disebabkan oleh minimnya ruang terbuka hijau dan dominasi bangunan beton serta aspal yang menyerap panas.
Selain itu, pertumbuhan populasi yang pesat hingga lebih dari 10 juta jiwa serta kurangnya infrastruktur hijau menyebabkan kualitas udara Jakarta semakin memburuk. Polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor dan industri meningkatkan risiko penyakit pernapasan bagi penduduk.
2. Kenaikan permukaan air laut dan ancaman banjir
Salah satu ancaman terbesar akibat pemanasan global bagi Jakarta adalah kenaikan permukaan air laut. Hal ini disebabkan oleh mencairnya es di kutub dan ekspansi termal air laut akibat suhu yang semakin hangat.
Beberapa studi memperkirakan bahwa Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng sudah mulai terancam tergenang air laut sejak tahun 2020. Jika tren ini terus berlanjut, tidak heran jika pada tahun 2050, kawasan penting lainnya seperti Monumen Nasional (Monas) juga dapat mengalami ancaman serupa.
Selain itu, banjir rob—banjir yang disebabkan oleh pasang naik air laut semakin sering terjadi di wilayah pesisir Jakarta. Fenomena ini diperparah dengan adanya aktivitas reklamasi yang mengubah ekosistem pesisir dan mengurangi daya serap alami terhadap air laut yang masuk ke daratan. Hilangnya mangrove akibat pembangunan kota semakin memperparah risiko banjir di Jakarta.
Baca juga: Jakarta terancam tenggelam, ini penyebabnya
3. Penurunan muka tanah dan krisis air bersih
Penurunan muka tanah merupakan masalah serius yang semakin diperburuk oleh pemanasan global. Fenomena ini terutama terjadi di daerah pesisir Jakarta Utara, di mana tanah mengalami penurunan akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan.
Diperkirakan bahwa 60% penduduk Jakarta masih bergantung pada air tanah untuk kebutuhan sehari-hari karena terbatasnya infrastruktur air bersih.
Pengambilan air tanah yang tidak terkendali menyebabkan berkurangnya cadangan air bawah tanah hingga hanya tersisa 36% dari jumlah awalnya.
Pemanasan global memperburuk kondisi ini dengan mengganggu siklus air, sehingga pasokan air tanah semakin menurun dan mempercepat laju penurunan tanah.
Dampaknya, banyak wilayah yang kini berada di bawah permukaan laut, meningkatkan risiko banjir dan memperparah dampak dari kenaikan permukaan air laut. Penurunan tanah di Jakarta rata-rata mencapai 15 cm per tahun, bahkan di beberapa daerah bisa melebihi 25 cm.
4. Ketimpangan sosial dan ketidakpastian ekonomi
Dampak pemanasan global di Jakarta tidak hanya berdimensi lingkungan, tetapi juga berdampak besar pada ketimpangan sosial dan ekonomi.
Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, terutama migran yang tinggal di pemukiman kumuh di sepanjang pesisir dan sungai, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Banyak dari mereka yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan akibat banjir berulang yang menghancurkan infrastruktur dan lingkungan tempat tinggal mereka.
Pemerintah Indonesia telah berupaya mencari solusi atas permasalahan ini, termasuk dengan rencana pemindahan ibu kota ke Nusantara di Kalimantan Timur. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban Jakarta.
Baca juga: DKI gandeng dewan masjid masukkan materi perubahan iklim dalam khotbah
5. Solusi Alternatif untuk Jakarta
Untuk mengatasi permasalahan ini, Jakarta perlu mengambil langkah-langkah mitigasi yang lebih nyata. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembalikan ekosistem mangrove di wilayah pesisir, yang dapat membantu menahan banjir rob.
Selain itu, penghijauan kota, pembangunan taman kota, dan restorasi lahan kosong menjadi kawasan resapan air juga menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak urbanisasi yang tidak terkendali.
Dalam hal penurunan muka tanah, pemerintah perlu membatasi penggunaan air tanah secara ketat dan memperbaiki sistem distribusi air bersih agar lebih banyak penduduk yang memiliki akses terhadap air dari jaringan pipa.
Selain itu, perbaikan sistem drainase dan pengelolaan limbah kota yang lebih baik juga harus menjadi prioritas untuk mencegah pencemaran lingkungan yang semakin memperparah krisis air.
Dampak pemanasan global terhadap Jakarta semakin nyata dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Kenaikan suhu, naiknya permukaan air laut, penurunan muka tanah, serta gangguan terhadap siklus air dan kelembapan udara menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan kota ini.
Ketimpangan sosial dan ketidakpastian ekonomi semakin memperburuk situasi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di wilayah rentan terhadap bencana.
Oleh karena itu, diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi yang lebih baik, seperti pengurangan emisi gas rumah kaca, penghijauan kota, pengelolaan air yang lebih berkelanjutan, serta pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim.
Dengan langkah-langkah yang tepat dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dampak buruk pemanasan global dapat diminimalkan, sehingga Jakarta tetap bisa bertahan sebagai pusat ekonomi dan budaya Indonesia di masa depan.
Baca juga: Pemprov DKI apresiasi peran Kadin jaga iklim dunia usaha yang sehat
Baca juga: Bappeda DKI sebut perlu ada pembaruan dalam penanganan perubahan iklim
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025