Cara melindungi bisnis dari serangan siber di era ekonomi digital

2 weeks ago 4

Jakarta (ANTARA) - Di balik pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, tersembunyi ancaman senyap yang siap menjatuhkan bisnis kapan saja.

Oleh karena itu, saat ini, ketika membicarakan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia tak cukup hanya fokus tertuju pada investasi, penetrasi internet, adopsi teknologi, dan ledakan startup.

Tapi harus juga memperhatikan aspek krusial bagi pelaku bisnis yakni risiko siber yang mengintai di balik setiap klik, sistem otomatisasi, dan jaringan daring yang menopang bisnis modern.

Ancaman ini bukan hanya persoalan teknis atau tanggung jawab tim IT semata, tetapi telah menjadi faktor strategis yang bisa menentukan keberlangsungan dan reputasi sebuah entitas bisnis.

Data telemetri terbaru dari Kaspersky untuk kuartal pertama 2025 mengungkap bahwa lebih dari 3,2 juta ancaman daring terdeteksi di Indonesia.

Meski angka ini menunjukkan penurunan sebesar 44,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, bukan berarti situasi membaik secara substansial.

Justru, penurunan ini harus dibaca secara lebih kritis bahwa apakah ini benar-benar hasil dari sistem pertahanan siber yang membaik, atau sekadar pergeseran taktik pelaku kejahatan digital yang kini lebih tersembunyi, terarah, dan mematikan?

Ancaman yang paling sering digunakan adalah serangan melalui peramban dan rekayasa sosial, sebuah pendekatan yang mengeksploitasi titik lemah paling rentan dalam sistem bisnis yakni manusia.

Dalam lanskap ekonomi bisnis saat ini, di mana ketergantungan terhadap sistem digital semakin tinggi, perusahaan bukan hanya dituntut untuk inovatif secara produk, tetapi juga harus adaptif secara sistem pertahanan.

Ketika server lumpuh atau data bocor karena serangan siber, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya finansial, tetapi juga menyentuh reputasi, kepercayaan pelanggan, dan bahkan kelangsungan usaha.

General Manager Kaspersky untuk Asia Tenggara Yeo Siang Tiong menekankan pentingnya membangun sistem pertahanan siber yang menyeluruh, yang menggabungkan teknologi canggih, pengawasan ahli, hingga peningkatan kapasitas SDM internal.

Menurut dia, deteksi anomali berbasis AI dan diversifikasi penyedia teknologi menjadi langkah strategis yang mutlak, terutama dalam konteks meningkatnya tensi geopolitik dan gangguan rantai pasok global.

Ini adalah pengingat tajam bahwa keamanan siber kini adalah urusan manajemen puncak, bukan lagi hanya urusan departemen IT.

Bagi para pelaku ekonomi, terutama sektor-sektor bernilai tinggi dan kritis seperti keuangan, logistik, e-commerce, dan energi, kerentanan terhadap serangan digital merupakan risiko yang harus dikalkulasi dalam setiap pengambilan keputusan strategis.

Serangan siber bisa menjadi pemicu langsung terjadinya force majeure bisnis, menyebabkan kebangkrutan dalam semalam, atau bahkan menyeret perusahaan ke ranah litigasi yang melelahkan dan mahal.

Tidak ada perusahaan yang bisa mengklaim diri aman hanya karena belum terkena. Dalam dunia digital, “it's not a matter of if, but when”.

Namun ancaman ini juga membuka peluang. Ada potensi pertumbuhan ekonomi siber lokal yang belum tergarap secara optimal.


Keamanan digital

Industri layanan keamanan digital bisa menjadi sektor yang menjanjikan, baik dalam bentuk perusahaan penyedia sistem pertahanan, pelatihan, maupun konsultansi.

Ketika perusahaan-perusahaan Indonesia mulai menyadari bahwa investasi pada keamanan digital adalah kebutuhan, bukan biaya, maka ekosistem ekonomi baru bisa tumbuh di dalam negeri.

Sayangnya, masih banyak bisnis yang memandang enteng pentingnya literasi keamanan siber di internal organisasi.

Padahal, seperti disampaikan Kaspersky, elemen manusia tetap menjadi titik rawan utama. Sebuah email phishing yang diklik tanpa pikir panjang oleh satu karyawan bisa membuka pintu bagi kehancuran sistem organisasi.

Maka edukasi dan pelatihan rutin bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari investasi jangka panjang yang menyelamatkan.

Strategi pertahanan tidak bisa lagi bersifat reaktif. Perusahaan perlu melakukan backup data secara berkala, memperbarui sistem secara disiplin, memantau anomali aktivitas jaringan, dan memberikan kontrol akses yang cermat.

Platform seperti Kaspersky Threat Intelligence dan Kaspersky NEXT XDR menawarkan contoh bagaimana teknologi dapat digunakan sebagai pagar berduri terhadap serangan yang kian canggih dan agresif.

Namun sebesar dan secanggih apapun sistemnya, jika budaya tanggung jawab dan kesadaran belum dibentuk dari dalam, maka risiko tetap terbuka.

Indonesia memang masih berada di peringkat ke-95 dalam bahaya penjelajahan web global, jauh di bawah Ukraina, Belarus, dan Rusia yang berada di posisi teratas.

Namun ini bukan alasan untuk merasa aman. Justru ini bisa menunjukkan bahwa pelaku siber mungkin sedang mengincar cibersecurity pelaku bisnis dengan cara yang lebih senyap, bukan dengan kuantitas, melainkan kualitas serangan.

Dan ketika serangan itu menyasar pusat data industri strategis, efek domino terhadap perekonomian nasional bisa sangat signifikan hingga menyebabkan data breach yang sangat berbahaya.

Jika ekonomi digital ingin tumbuh sehat dan berkelanjutan, maka keamanan siber harus menjadi fondasinya.

Ini bukan sekadar soal membeli antivirus atau firewall, tetapi bagaimana membangun kesadaran kolektif bahwa keberlangsungan bisnis masa depan sangat ditentukan oleh kekuatan pertahanan digital hari ini.

Dalam dunia yang kian terhubung, pertahanan terbaik bukan hanya teknologi, tapi kesiapan seluruh ekosistem bisnis dalam menjaga integritas data dan kepercayaan publik. Itulah modal utama ekonomi digital yang tangguh.

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |