Istanbul (ANTARA) - Kota Istanbul menghadapi kekeringan terparah dalam 65 tahun terakhir, setelah mengalami musim panas paling kering sejak pencatatan meteorologi dimulai, menurut Badan Meteorologi Negara Turki (TSMS).
Cadangan air di waduk yang memasok kebutuhan penduduk di kota terbesar Turki itu diperkirakan hanya akan bertahan sekitar dua bulan jika kondisi saat ini terus berlanjut, demikian perkiraan kantor berita RIA Novosti.
Menurut Badan Pengelola Air dan Limbah Istanbul (ISKI), tingkat keterisian waduk kini hanya 24,7 persen, atau sekitar 214,8 juta meter kubik dari total kapasitas 868 juta meter kubik.
Angka tersebut menjadi yang terendah dalam satu dekade terakhir, kecuali pada 2023 ketika level air di waduk sempat turun hingga 21 persen pada periode yang sama.
Dengan konsumsi air mencapai 3,18 juta meter kubik per hari untuk populasi lebih dari 16 juta jiwa di Istanbul, RIA Novosti memperkirakan pasokan air akan habis dalam 67 hari jika kondisi kering terus berlanjut.
TSMS mencatat, musim panas kali ini tidak hanya menjadi yang paling kering di Istanbul, tetapi juga di Izmir dan 16 provinsi lain di seluruh Turki.
Sejak April, tingkat air di waduk-waduk Istanbul terus menurun dari sebelumnya sekitar 80 persen. Dari 10 waduk utama yang memasok air ke kota tersebut, hanya satu yang kini memiliki keterisian lebih dari 25 persen, sementara empat waduk lainnya bahkan berada di bawah 2 persen.
Otoritas setempat menyerukan warga untuk menghemat air, sementara prakiraan cuaca menyebutkan hujan dengan intensitas tinggi baru akan turun pada Minggu mendatang.
Sumber: Sputnik
Baca juga: WMO: Krisis air global kian parah akibat banjir, kekeringan meningkat
Baca juga: Inggris klaim kekeringan yang dialami sebagai insiden nasional
Penerjemah: Aria Ananda
Editor: Martha Herlinawati Simanjuntak
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.