BKK-PII: Industri tekstil perlu kepastian BMAD demi daya saing

8 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII) Sripeni Inten Cahyani menekankan pentingnya kepastian regulasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) demi saya saing dan melindungi industri tekstil nasional dari serbuan produk impor.

"BMAD bukan sekadar tarif, melainkan bagian dari strategi besar untuk menjaga kedaulatan industri nasional," kata Sripeni dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Sripeni menanggapi laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang menyatakan dua pabrik gulung tikar dan investasi senilai 250 juta dolar AS atau sekitar Rp4 triliun jika kurs Rp16.425 terhambat karena belum diberlakukan kebijakan BMAD terhadap produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY) asal China.

Dia menegaskan industri hulu harus menjadi prioritas karena Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, teknologi yang terbukti, serta tenaga kerja kompeten untuk memperkuat ekosistem industri tekstil nasional.

Diketahui, temuan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) semakin memperkuat kondisi nyata yang dialami industri. KADI sendiri telah melakukan penyelidikan selama hampir satu tahun dan menemukan adanya praktik dumping oleh eksportir asal China.

Praktik itu tidak hanya memukul industri lokal, tetapi juga menghambat realisasi investasi di sektor hulu tekstil yang semestinya bisa menjadi penggerak substitusi impor.

BMAD bukan sekadar tarif, lanjutnya, tetapi strategi besar menjaga kedaulatan industri nasional agar tidak terpuruk akibat dumping dan mencegah ketergantungan tinggi terhadap produk impor yang merugikan industri lokal.

“Investasi akan datang jika ada kepastian hukum dan arah kebijakan yang berpihak pada industri nasional,” tegasnya.

Ia mengingatkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen dan swasembada energi hanya tercapai jika industri hulu tekstil tumbuh signifikan, mengingat Indonesia memiliki ekosistem tekstil lengkap dari hulu-hilir selain India dan China.

Menurutnya, penguatan industri nasional harus disertai implementasi TKDN agar kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi oleh produk dalam negeri dan menciptakan nilai tambah yang maksimal di dalam negeri.

“Kita punya 280 juta penduduk, bonus demografi, dan kekayaan alam yang luar biasa. Kika kebijakan tidak mendukung, justru negara lain yang menikmati nilai tambahnya. Reindustrialisasi harus menjadi agenda nasional. Insinyur-insinyur kita sudah siap, tinggal diberi ruang dan kepercayaan,” ucapnya.

Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta menambahkan, jika kepastian kebijakan segera hadir, maka industri nasional mampu memproduksi tambahan 200.000 ton POY, jauh melampaui angka impor tahun lalu sebesar 140.000 ton.

Menurutnya, Program BMAD dapat sebagai salah satu langkah strategis yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia.

"Artinya BMAD ini kan jadi salah satu cara yang juga sejalan dengan niat Presiden Prabowo untuk membangun kilang minyak terbesar di sini ya, yang memproduksi petrochemical complex yang ada di sektor hulu tekstil," terangnya.


Baca juga: API dorong regulasi bea masuk antidumping, batasi praktik dumping

Baca juga: Industri keramik sambut baik aturan BMAD dan SNI wajib

Baca juga: Apindo khawatir pengenaan tarif BMAD menimbulkan perang dagang

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |