Badan Pengkajian MPR bahas desentralisasi dan otonomi daerah dalam FGD

3 weeks ago 9
“Apakah (pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945) sudah cukup ideal, apakah masih relevan sampai saat ini, atau apakah memerlukan penajaman baik tafsir maupun penyesuaian,”

Jakarta (ANTARA) - Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Kelompok III menggelar Diskusi Grup Terarah (FGD) dengan tema Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa, di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/11).

FGD membahas beberapa isu penting, yaitu terkait dengan pemerintahan daerah, yakni pasal-pasal dalam Bab VI Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945.

“Apakah (pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945) sudah cukup ideal, apakah masih relevan sampai saat ini, atau apakah memerlukan penajaman baik tafsir maupun penyesuaian,” kata Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Hindun Anisah yang memimpin FGD, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Hindun pun mengungkapkan isu lain terkait hubungan pusat dan daerah. Konstitusi RI menegaskan adanya hubungan yang seimbang, baik dari sisi kewenangan, kelembagaan, keuangan, maupun pengawasan.

Tetapi, kata dia, pada praktiknya masih terjadi tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah.

Adapun FGD juga membahas mengenai desa, di mana Pasal 18B dalam konstitusi menegaskan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.

Menurutnya, memang belum ada eksplisit dicantumkan istilah desa, sehingga dipertanyakan hal tersebut sudah cukup dan pengaturan mengenai desa belum ditulis eksplisit di Pasal 18B benar-benar sudah mencerminkan komitmen negara dalam memperkuat pemerintahan di tingkat paling bawah.

Isu lain yang dibahas terkait dengan persoalan dualisme dalam pengaturan desa. Di satu sisi desa dipandang sebagai entitas sosiologis dan kultural yang harus dilestarikan, namun di sisi lain desa juga ditempatkan sebagai bagian dari struktur pemerintahan.

Dikatakan bahwa dualisme tersebut dapat menimbulkan permasalahan kelembagaan karena desa diurus lebih dari satu kementerian, bahkan tiga hingga empat kementerian yang mengurus desa, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program.

Sistem pemilihan kepala daerah juga menjadi isu dalam FGD. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.

"Demokratis ini seperti apa, apakah demokrasi langsung atau kah selain pilkada langsung bisa diterjemahkan sebagai demokratis. Kenapa? Karena pilkada baru-baru ini, persoalan yang timbul mulai dari ongkos politik yang tinggi, polarisasi sosial, maupun efektivitas hubungan hierarki antara pemerintah kabupaten kota dan provinsi masih menjadi problem,” ungkapnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Prof. Wicipto Setiadi menyebutkan ada empat aspek dalam pengaturan ideal hubungan pusat dan daerah, yaitu aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan.

Dalam aspek kewenangan, misalnya, ia membeberkan permasalahan yang ditemui berupa pembagian urusan antara pusat dan daerah sering tumpang tindih, penarikan kembali urusan tertentu oleh pusat menimbulkan ketidakpastian, dan banyak urusan "konkuren” tidak dilengkapi dengan standar yang jelas.

Untuk itu, sambung dia, pengaturan ideal yang harus dilakukan, yakni penyempurnaan pembagian urusan pemerintahan dengan kriteria terukur meliputi akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional.

Selain itu, Wicipto menilai perlu adanya penguatan otonomi substansi daerah, bukan hanya administrasi.

"Juga standardisasi layanan publik sebagai acuan nasional tetapi tetap fleksibel bagi daerah untuk menyesuaikan konteks lokal serta evaluasi periodik terhadap efektivitas pembagian kewenangan melalui mekanisme konstitusional,” ujar Wicipto.

Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani menambahkan, desentralisasi merupakan fenomena global dan regional, sesuai dengan observasi Bank Dunia.

“Lebih dari 60 pemerintahan di dunia, utamanya di negara berkembang, telah menerapkan desentralisasi dalam berbagai bentuknya sejak 1980-an," ujar Sri.

Dia berpendapat gagasan desentralisasi tidak terlepas dari perkembangan demokrasi sehingga desentralisasi memang sudah seharusnya.

Berbicara tentang desentralisasi, demokrasi, dan liberalisasi, sambung dia, merupakan satu kelompok keluarga atau rumpun. Dengan desentralisasi, maka terjadi transfer kewenangan atau power, tanggung jawab atau responsibility, dan sumber daya atau resources.

“Seperti keuangan adalah mentransfer power finansial dari pemerintah nasional ke pemerintah daerah. Namun persoalannya, sejauh mana komitmen pemerintah pusat mentransfer power atau kewenangan kepada daerah,” katanya menambahkan.

Di sisi lain, anggota Badan Pengkajian MPR I Wayan Sudirta menegaskan persoalan dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sudah banyak diketahui dan solusi untuk mengatasi persoalan itu pun sudah ada.

Tetapi persoalannya, lanjut dia, kalau tidak ada kemauan politik atau political will, tetap saja tidak ada perubahan.

"Jadi, ini persoalan political will atau kemauan politik dari orang-orang yang mengurus negara ini belum mendukung desentralisasi dan otonomi daerah,” ujar I Wayan.

Menjawab pernyataan itu, Wicipto mengatakan UUD NRI Tahun 1945 telah memberi arahan tentang desentralisasi dan otonomi daerah serta peraturan undang-undangnya pun sudah ada, namun persoalannya desentralisasi dan otonomi daerah belum sepenuhnya dijalankan.

Dengan begitu, dirinya sependapat persoalannya terdapat di peraturan pelaksanaan dan kemauan politik yang belum sepenuhnya melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah seperti yang diarahkan dalam konstitusi.

Dia menuturkan masih adanya regulasi sektoral, ego sektoral, dan ego daerah, mengganggu pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

“Untuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, political will adalah faktor penentu. Political will itu harus ditunjukkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta DPR dan DPRD,” ucap Wicipto.

Baca juga: HNW: OKI bentuk partisipasi aktif Indonesia dalam perdamaian dunia

Baca juga: Lestari: Visi dan kolaborasi bekal generasi muda hadapi ketidakpastian

Baca juga: 21 orang didakwa lakukan kekerasan saat demo di sekitar Gedung DPR/MPR

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |