UNESCO dorong kerja sama global kembangkan kelautan yang berkelanjutan

3 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) -

Wakil Ketua UNESCO, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), dan Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (IOTWMS) Harkunti Pertiwi Rahayu menekankan pentingnya peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral untuk mendorong pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

Hal itu disampaikan Rahayu dalam Ocean Decade International Coastal Cities Conference edisi pertama di Qingdao, Provinsi Shandong, China, pada 26 Februari 2025.

Menurut Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota di Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Sumatera itu, kolaborasi tersebut akan memungkinkan negara-negara untuk belajar dari satu sama lain dan bertukar pengalaman sukses.

"Kota-kota pesisir di beberapa negara berkembang menghadapi banyak bahaya dan tantangan dalam perencanaan kota. Banyak rencana tata ruang di wilayah ini tidak memasukkan langkah-langkah mitigasi bencana dan sering kali tidak memiliki informasi risiko tsunami yang diperlukan untuk perencanaan tata ruang yang efektif," kata Rahayu.

Sebagai negara maritim dengan garis pantai yang luas, Indonesia sering dilanda tsunami, terutama di wilayah pesisir, serta dihadapkan pada bahaya gabungan dari risiko tsunami dan gempa bumi yang signifikan. Oleh karena itu, memasukkan upaya pengurangan risiko bencana tsunami ke dalam perencanaan kota akan secara signifikan berdampak pada pengembangan kebijakan dan proyek-proyek rekayasa.

"Indonesia telah melakukan upaya legislatif yang signifikan dan telah menetapkan rencana pembangunan yang akan berjalan selama lima hingga 20 tahun, membentuk kerangka kerja ilmiah yang kuat," ujar Rahayu.

Ia menuturkan para pejabat di setiap tingkat pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat hingga kota, senantiasa menyadari tanggung jawab, prioritas, dan komitmen jangka panjang mereka. Berdasarkan pemahaman ini, Indonesia membuat rencana untuk wilayah pesisirnya, yang mencakup strategi untuk tanggap tsunami, pencegahan dan mitigasi bencana, serta pertimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.

"Di Bali, kami mengantisipasi berbagai dampak terhadap garis pantai berdasarkan skenario yang berbeda dan menyarankan penilaian terhadap permukaan air laut, bersama dengan langkah-langkah perlindungan dan responsif," tuturnya.

Rahayu mengatakan bahwa sejak 2007, 26 negara dan kawasan di Asia telah mengadopsi perencanaan kota tanggap tsunami, yang menunjukkan signifikansinya dalam memperkuat ketahanan kota. Selain itu, pendekatan ini melibatkan upaya kolaboratif dari berbagai sektor, termasuk upaya pembahasan risiko bencana melalui pendidikan, pengelolaan sumber daya lingkungan, jasa keuangan, perencanaan tata ruang, dan pembangunan infrastruktur.

Indonesia dan China telah terlibat dalam berbagai bentuk kolaborasi yang berfokus pada pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

Sebagai contoh, pada Mei 2010, Pusat Kelautan dan Iklim China-Indonesia didirikan di Jakarta. Pusat itu berfungsi sebagai platform nasional untuk kerja sama dalam hal-hal yang berhubungan dengan laut, memfasilitasi penelitian, pertukaran, serta pengembangan kapasitas di bidang laut dan perubahan iklim antara kedua negara tersebut.

Selain itu, China turut membantu Indonesia dalam memajukan perikanan laut, pariwisata bahari, dan sektor-sektor lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi biru (blue economy).

Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nelly Florida Riama menyatakan bahwa lembaganya berkolaborasi secara erat dengan China dalam bidang meteorologi kelautan dan iklim. Selama kemitraan ini, kedua belah pihak telah terlibat dalam kegiatan satu sama lain dan memperoleh wawasan yang signifikan.

"China merupakan salah satu negara terkemuka dengan kemajuan yang mengesankan dalam menyediakan informasi tentang cuaca dan iklim. Konferensi ini sangat penting bagi kami karena kami bertujuan untuk terlibat lebih banyak dengan kota-kota lain, terutama karena fokus konferensi ini adalah pada Dekade Kelautan PBB dan kota-kota pesisir," kata Riama dalam sebuah wawancara dengan Xinhua dalam ajang Ocean Decade International Coastal Cities Conference edisi pertama.

Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki banyak kota yang terletak di pesisir, sehingga penting untuk belajar dari peserta lain dan mengetahui cara mereka menghadapi lingkungan yang serupa.

Pewarta: Xinhua
Editor: Martha Herlinawati Simanjuntak
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |