Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru Amerika Serikat (AS) dan memastikan perlindungan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang berpotensi dideportasi karena masalah keimigrasian.
Baru-baru ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan perintah eksekutif mengenai aturan keimigrasian AS dengan sasaran para imigran tak berdokumen, yang akan langsung dideportasi jika kedapatan oleh pihak imigrasi.
"Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini," ujar Yusril saat menerima audiensi Duta Besar AS untuk Indonesia di Jakarta, Rabu (5/3), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menko Kumham Imipas menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati.
Menanggapi kekhawatiran pemerintah Indonesia, Dubes AS untuk Indonesia Kamala Lakhdhir mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
"Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa," ungkap Lakhdir dalam kesempatan yang sama.
Dijelaskan pula bahwa imigran dengan status ilegal didorong untuk pulang ke Indonesia secara sukarela dilakukan agar mereka tidak ditahan
Ia menyebutkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi lain, yakni mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar, tetapi tidak lagi memiliki status legal setelah keluar dari universitas atau mereka yang sejak awal masuk secara ilegal.
Meski begitu, ditekankan pula oleh Lakhdir bahwa AS menghormati privasi imigran yang dideportasi nantinya sehingga kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media.
Baca juga: Menko Kumham Imipas-Dubes bahas rencana pemulangan napi asal Belanda
Baca juga: Menko Yusril: RI akan terbitkan visa baru bagi mahasiswa Palestina
Di sisi lain, Dubes AS juga mengungkapkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan imigrasi Indonesia dalam menangani warga negara AS yang melebihi masa berlaku visanya di Indonesia, terutama di Bali.
Selain kebijakan deportasi, pertemuan tersebut juga membahas isu dwikewarganegaraan. Dia mengungkapkan bahwa pemerintahnya tidak memiliki keberatan jika warga keturunan Indonesia di AS memilih untuk menjadi warga negara Negeri Paman Sam.
"Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu merupakan hak mereka dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut," ucapnya.
Kendati demikian, dia selalu mengingatkan para warga tersebut untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal.
Di samping itu, Lakhdhir juga menekankan pentingnya hubungan baik antara Indonesia dan AS di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
"Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat makin diperkuat demi kepentingan bersama," ujar Lakhdhir.
Menanggapi hal itu, Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia masih berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal. Namun, dia membuka ruang diskusi lebih lanjut terkait dengan kebijakan dwikewarganegaraan, mengingat jumlah diaspora Indonesia di luar negeri yang terus bertambah.
Saat ini Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun.
"Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki," tutur Yusril.
Adapun diskusi kali ini ini diharapkan dapat membuka jalan bagi kerja sama lebih lanjut antara Indonesia dan AS dalam isu-isu hukum serta imigrasi.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025