Luhur Budi didakwa rugikan negara Rp348,69 miliar kasus korupsi lahan

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012–2014 Luhur Budi Djatmiko didakwa merugikan negara sebesar Rp348,69 miliar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian tanah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, oleh PT Pertamina pada tahun 2012–2014.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) P. Hutasoit menduga Luhur telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sehingga merugikan negara.

"Memperkaya korporasi PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp348,69 miliar," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

Secara perinci, PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa diperkaya sebesar Rp260,51 miliar melalui pembayaran Pertamina dalam pembelian lahan di luar jalan MHT yang melebihi nilai wajar tanah.

Nilai itu sebagaimana hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Sugianto Prasodjo dan Rekan (KJPP SPR) di bawah supervisi Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (DP MAPPI).

PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa juga disebutkan diperkaya melalui pembayaran Pertamina atas fasilitas umum berupa Jalan MHT yang seharusnya tidak dibayarkan senilai Rp88,18 miliar.

JPU menjelaskan perbuatan melawan hukum dilakukan Luhur bersama-sama dengan Vice President Asset Management Pertamina periode 2010-2014 Gathot Harsono, General Support Manager Pertamina periode 2011-2014 Hermawan, Komisaris PT Prodeva Doubles Synergy (PT PDS) dan Direktur Utama KJPP FAST Firman Sagaf, serta Ketua Tim Konsultan PT PDS tahun 2012 Nasiruddin Mahmud.

Atas perbuatannya, Luhur terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU membeberkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Luhur meliputi pengajuan alokasi anggaran pengadaan lahan pembangunan gedung Pertamina Energy Tower (PET) dalam pembahasan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina tahun anggaran 2013 pada 5 November 2012 tanpa didukung kajian investasi.

"Sementara itu, Luhur, pada 27 November 2012 baru mengusulkan kajian investasi kepada Direksi Pertamina," ucap JPU.

Kemudian, Luhur bersama-sama Gathot dan Hermawan mengarahkan PT PDS melalui Firman dan Nasirudin untuk melakukan pengkajian lokasi lahan Rasuna Epicentrum secara proforma dengan memberikan bobot penilaian tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Ketiganya juga mengarahkan agar laporan akhir yang disusun Agus Mulyana pada 15 Juli 2013 dibuat backdate (tanggal mundur) menjadi 29 November 2012 agar seolah-olah pembelian lahan di Rasuna Epicentrum pada 12 Februari didasarkan pada laporan penilaian PT PDS.

Selain itu, Luhur bersama-sama Gathot dan Hermawan diduga menentukan sendiri lokasi Rasuna Epicentrum sebagai lokasi pembangunan
kantor baru Pertamina tanpa kajian.

JPU menambahkan Luhur bersama-sama dengan Gathot dan Hermawan mengarahkan KJPP Firman Suryantoro Sugeng Suzy Hartono & Rekan (FAST) melalui Firman untuk menyusun laporan penilaian lahan Rasuna Epicentrum dengan kondisi seolah-olah bebas dan bersih dengan merekomendasikan harga Rp 35,57 juta per meter persegi.

Selanjutnya, harga tersebut disetujui oleh Direksi Pertamina sebesar Rp35 juta per meter persegi serta mengarahkan agar laporan akhir KJPP FAST dibuat seolah-olah tertanggal 7 Maret 2013, padahal laporan sebenarnya diterima pada 26 September 2013.

Perbuatan melawan hukum lainnya yang dilakukan Luhur, yakni menandatangani PPJB (Perjanjian Pengikat Jual Beli) untuk lahan Lot 11A dan 19 dengan Agus Jayadi Alwie dan Agustinus Wawan Dwi Guratno dan pihak PT Superwish Perkasa, meskipun lahan Lot 11A dan 19 tidak dalam kondisi bebas dan bersih.

Luhur juga diduga menandatangani PPJB untuk lahan Lot 9 dan 10 dengan Agus dan Agustinus dan pihak PT Bakrie Swasakti Utama, meskipun lahan Lot 9 dan 10 tidak dalam kondisi bebas dan bersih.

Terakhir, Luhur pun menyetujui tagihan pembayaran lahan di luar jalan MHT yang melebihi nilai wajar tanah ke PT Bakrie Swasakti Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp1,68 triliun untuk tanah yang tidak dalam kondisi bebas dan bersih.

Baca juga: Empat terdakwa kasus korupsi minyak mentah rugikan negara Rp285,18 triliun

Baca juga: KPK periksa mantan pejabat Pertamina terkait penyidik korupsi pengadaan katalis

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |