Korupsi, keserakahan, dan pentingnya menghulukan penanganan

12 hours ago 1
Ketika terjebak di pemahaman keagamaan yang ritual, perbuatan dosa dari korupsi akan dianggap tidak masuk dalam kategori dosa yang berat

Bondowoso (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto tampak tidak mampu menyembunyikan kegeramannya terhadap koruptor yang telah mencuri uang dari perut bumi indonesia hingga triliunan rupiah.

Seusai menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak korupsi fasilitas ekspor minyak kelapa sawit Rp13,2 triliun di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (20/10), Presiden sampai mengungkap bahwa kasus ini bukan sekadar keserakahan, melainkan bisa bermotif subversi ekonomi untuk merusak negeri ini.

Apa yang dilakukan oleh koruptor dalam kasus ini dianggap Presiden sebagai perbuatan yang tidak manusiawi dan sangat kejam, karena berasal dari mengeruk hasil bumi negara kita, kemudian dibawa ke luar negeri. Saat bersamaan, masyarakat dibiarkan kesulitan mendapatkan minyak goreng, hingga beberapa lama.

Ungkapan presiden Prabowo Subianto mengenai dua kemungkinan itu, bukan sekadar untuk memahami duduk persoalan yang sebenarnya mengapa orang melakukan korupsi, melainkan sebagai ekspresi kegeraman.

Mengapa di tengah semua pihak, khususnya pemerintah, sedang berjuang keras untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih, masih ada orang yang hatinya bebal, bahkan tega mengorbankan rakyat, demi memenuhi kebutuhan serakah.

Tanpa ditanya apakah korupsi hingga belasan triliun rupiah itu karena serakah atau karena subversi ekonomi, keduanya memang sangat kuat sebagai motif mengapa seseorang melakukan korupsi.

Para koruptor bukanlah orang yang secara ekonomi kekurangan. Karena itu sangat pantas kalau perilaku itu disebut sebagai keserakahan. Pada saat bersamaan perilaku korupsi itu sejatinya memang bersifat subversi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat bahwa subversi adalah "gerakan dalam usaha atau rencana menjatuhkan kekuasaan yg sah dengan menggunakan cara di luar undang-undang".

Bagaimanapun dampak dari perilaku korupsi telah mengganggu usaha pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Secara tidak langsung, korupsi telah mengganggu jalannya pemerintahan yang secara substansi bisa berdampak menjatuhkan kekuasaan yang sah. Bahkan bisa menjatuhkan negara. Di sinilah relevansi analisa presiden Prabowo Subianto mengenai keserakahan dan subversi dalam korupsi.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |