Surabaya (ANTARA) - Aktris Michelle Ziudith menilai sosok Maria dalam film “Jangan Panggil Mama Kafir” menggambarkan perjuangan seorang ibu tunggal yang dengan penuh ketulusan membesarkan anaknya meski berbeda keyakinan agama.
“Ternyata setelah riset, kami menemukan cukup banyak kasus di masyarakat di mana ibu dan anak berbeda keyakinan. Itu yang membuat aku semakin tertarik, karena temanya dekat dengan realita dan juga cukup berani,” kata Michelle saat ditemui wartawan di Surabaya, Kamis malam.
Ia menuturkan bahwa proses pendalaman karakter berlangsung intensif selama sebulan sebelum syuting dimulai, karena seluruh tim berupaya menampilkan dinamika keluarga beda agama dengan penuh empati, bukan sensasi.
Michelle berharap penonton dapat menangkap pesan kemanusiaan dari film yang disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo itu.
Baca juga: Film Garin Nugroho dapat 3 nominasi di Asia Pacific Screen Awards
“Cinta tetap cinta, kasih sayang tetap kasih sayang. Tidak ada yang bisa memisahkan itu. Film ini ingin menunjukkan bahwa perbedaan tidak harus menjadi alasan untuk berjarak, tapi justru untuk saling memahami,” tuturnya.
Sementara itu, Pemeran Fafat, Giorgino Abraham, menuturkan film ini juga mengajak penonton untuk memahami bahwa cinta dan kasih sayang tak seharusnya dibatasi oleh perbedaan agama.
“Lewat tokoh Maria, kita bisa melihat bahwa kasih seorang ibu itu universal. Perbedaan keyakinan bukan penghalang untuk mencintai dengan tulus,” katanya.
Ia menambahkan, kisah Maria dan anaknya juga menggambarkan bentuk toleransi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Lagu "Everything U Are" dari Hindia isi lajur suara film "Dopamin"
Selain itu, kata aktor yang besar di Surabaya itu, film tersebut menunjukkan bagaimana perbedaan dapat menjadi sumber kekuatan, bukan konflik, serta menegaskan bahwa toleransi lahir dari rasa cinta dan tanggung jawab seorang ibu terhadap anaknya.
Ia juga beranggapan jika film yang diproduksi oleh Maxima Picturea memberikan ruang bagi diskusi yang sehat tentang toleransi di Indonesia.
“Menurut saya, film seperti ini penting karena membuka ruang dialog. Kita bisa belajar melihat perbedaan sebagai hal yang indah, bukan ancaman,” tuturnya.
Ia juga mendorong sineas Tanah Air untuk terus menghadirkan karya yang berani dan relevan.
“Filmmaker harus berani keluar dari zona aman. Justru lewat tema yang sensitif tapi jujur seperti ini, film bisa memberi dampak sosial yang besar,” ujarnya.
Baca juga: Madani Fest 2025 resmi ditutup, umumkan pemenang kompetisi film pendek
Baca juga: Dari film horor adaptasi gim, Lyto Pictures menyasar cerita inspiratif
Pewarta: Indra Setiawan/Naufal Ammar Imaduddin
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.