Amphuri paparkan dampak negatif legalisasi umrah mandiri

3 hours ago 2
Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyoroti dampak negatif dari munculnya istilah Umrah Mandiri dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Amphuri Zaky Zakariya mengatakan ketentuan tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha haji-umrah di seluruh Indonesia, karena berpotensi menimbulkan risiko besar bagi jamaah, ekosistem keumatan, dan kedaulatan ekonomi umat.

“Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino,” ujar Zaky di Jakarta, Jumat.

Secara konsep, kata dia, umrah mandiri dipahami sebagai perjalanan ibadah yang dilakukan jamaah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi.

Baca juga: Komnas Haji: Pemerintah dan DPR RI sebaiknya larang umrah mandiri

Ia menilai konsep tersebut tampak memberikan kebebasan, namun sebenarnya mengandung risiko besar, seperti bimbingan manasik, perlindungan hukum, maupun pendampingan di Tanah Suci.

“Jika terjadi gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Di samping itu jamaah juga bisa terjerat pelanggaran aturan di Arab Saudi karena minimnya pemahaman terhadap regulasi setempat, seperti batas waktu visa (overstay), larangan berpakaian beratribut politik, atau aktivitas yang dianggap mengganggu ketertiban umum.

“Sejarah mencatat banyaknya kasus penipuan umrah dan haji, termasuk tragedi besar pada 2016 ketika lebih dari 120.000 orang gagal berangkat. Dengan pengawasan ketat saja penipuan masih terjadi, apalagi bila praktik umrah mandiri dilegalkan,” ujarnya.

Baca juga: 13 Asosiasi Haji Umrah ungkap alasan tolak legalisasi umrah mandiri

Lebih jauh Zaky menilai legalisasi umrah mandiri justru membuka peluang bagi korporasi dan platform global, seperti Online Travel Agent perjalanan internasional untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU lokal.

“Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan,” katanya.

Ia menjelaskan sektor umrah dan haji selama ini menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja, mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, hingga pelaku UMKM di daerah.

Selain itu legalisasi umrah mandiri juga berpotensi menurunkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengurangi penerimaan pajak karena nilai tambah ekonomi bergeser ke luar negeri.

Baca juga: Amphuri minta terminologi mandiri dihapus dalam RUU Haji

Menurut Zaky, umrah mandiri tidak dapat disamakan dengan perjalanan wisata biasa karena ibadah umrah merupakan ibadah mahdhah yang membutuhkan bimbingan dan nilai spiritual.

“Jika peran lembaga keagamaan seperti pesantren, ormas Islam, dan PPIU diabaikan, maka nilai-nilai rohani yang selama ini menyertai perjalanan ibadah akan hilang. Umrah bisa berubah menjadi sekadar transaksi digital tanpa makna spiritual,” ujarnya.

Zaky mendorong Kementerian Haji dan Umrah RI serta DPR RI melalui Komisi VIII agar memberikan batasan teknis yang jelas agar tidak merusak ekosistem keumatan yang telah dibangun.

Baca juga: AMPHURI: Umrah mandiri tak perlu diatur dalam UU Haji dan Umrah

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |