Serikat nelayan NTB minta pemerintah tinjau ulang penggunaan VMS

1 month ago 14
Kami anggap teknologi ini lebih relevan untuk kapal besar, sedangkan untuk kapal nelayan kecil tidak memiliki potensi pelanggaran yang signifikan

Mataram (ANTARA) - Ketua Umum Serikat Nelayan Independen di Nusa Tenggara Barat, Hasan Gauk meminta pemerintah meninjau ulang pemasangan alat pemantau kapal atau Vessel Monitoring System (VMS) di kapal-kapal nelayan.

"Kami menolak terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) di kapal-kapal nelayan," ujarnya di Mataram, Senin.

Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut dinilai sangat memberatkan nelayan-nelayan kecil yang selama ini sudah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, dan kini mereka dihadapkan pada tambahan beban yang tidak masuk akal.

"Apakah pemerintah benar-benar memahami situasi yang dihadapi nelayan kecil. Kebijakan VMS ini jelas-jelas mengabaikan kenyataan di lapangan. Nelayan kecil sudah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari fluktuasi harga pasar hingga sulitnya akses ke peralatan modern," tegas Hasan Gauk.

"Kini, dengan adanya sistem pemantauan yang seolah-olah ingin menjamin keamanan, kami merasa seperti dikepung oleh kebijakan yang tidak berpihak," sambungnya.

Ia mengatakan, dampak dari pemasangan VMS ini bukan hanya soal pengawasan, melainkan juga soal ancaman terhadap eksistensi nelayan kecil.

"Pemasangan VMS bukan hanya menambah beban biaya operasional, tetapi juga memberikan kesan bahwa kami adalah pelanggar hukum yang harus selalu diawasi, padahal nelayan hanyalah petani laut yang berjuang untuk nafkah sehari-hari. Jika pemerintah tidak segera merespons tuntutan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi penolakan massal dari seluruh elemen nelayan," terangnya.

Baca juga: Menteri Trenggono: Semua kapal dipasang VMS di 2025 untuk pengawasan

Tidak hanya itu, Hasan juga menyoroti masalah pembatasan kuota tangkap yang dinilai akan menghancurkan pendapatan dan keberlangsungan usaha nelayan kecil. Pembatasan ini membuat nelayan kesulitan beradaptasi karena hasil tangkapan mereka dibatasi, sementara kebutuhan pasar terus meningkat.

"Kami merasa seperti ditinggalkan. Di satu sisi, nelayan dibebani oleh kuota tangkap yang sangat ketat dan di sisi lain harus menghadapi tingginya PNBP 5 persen yang diterapkan kepada nelayan kecil. Kami ingin bertanya, untuk siapa semua ini? Apakah pemerintah ingin menghancurkan sumber kehidupan nelayan dan menggantinya dengan kebijakan yang menguntungkan segelintir orang? Apa jaminan pasti untuk pasar kami," tambahnya.

Untuk itu Hasan Gauk menegaskan perlunya dialog yang konstruktif dan transparansi dalam pengambilan keputusan kebijakan. Dia meminta kepada pemerintah untuk lebih mendengarkan suara nelayan dan memahami keadaan sebenarnya di lapangan, serta menghentikan praktik diskriminatif yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Kami siap untuk berjuang bersama, tetapi kami juga ingin pemerintah menyadari bahwa nelayan kecil adalah bagian penting dari perekonomian bangsa. Kami tidak ingin dilihat sebagai penghalang, tetapi sebagai mitra dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Jika Pemerintah tidak mau membawa perubahan, akan ada konsekuensi yang harus dihadapi," katanya.

Sebelumnya ratusan nelayan di Lombok Timur melakukan aksi unjuk rasa ke gedung DPRD Provinsi NTB untuk menolak pemasangan dan penggunaan alat VMS.

Baca juga: KKP ungkap alasan kapal perikanan wajib pasang VMS

Ketua Forum Nelayan Lombok (Fornel) Rusdi Ariobo mengatakan seluruh nelayan di Lombok Timur menolak pemasangan alat VMS pada kapal nelayan karena biaya operasional VMS mahal sehingga sangat memberatkan nelayan kecil.

"Kami anggap teknologi ini lebih relevan untuk kapal besar, sedangkan untuk kapal nelayan kecil tidak memiliki potensi pelanggaran yang signifikan," kata Rusdi di depan Gedung DPRD NTB, Kamis (16/1).

Ia menyatakan penggunaan alat VMS sering mengalami gangguan teknis dan menghambat kegiatan operasional nelayan. Untuk itu pihaknya meminta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMENKP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) untuk dicabut.

"Kami minta dicabut kewajiban pemasangan VMS untuk kapal kecil. Ganti dengan metode pengawasan berbasis komunitas nelayan atau teknologi sederhana yang lebih murah," katanya.

Baca juga: DKP Laksanakan Pemasangan Alat VMS bagi Kapal Ikan

Baca juga: Menteri KP: Penting pengawasan sumber daya kelautan perikanan

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |