Washington (ANTARA) - Strategi tarif Presiden AS Donald Trump, yang mencakup tarif 25 persen untuk baja dan aluminium dari semua negara serta tarif resiprokal global yang dimulai pada 2 April mendatang, telah memicu kekhawatiran luas mengenai dampak ekonominya baik secara domestik maupun global.
Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan oleh The Guardian pada Senin (17/3) menunjukkan bahwa 72 persen warga AS khawatir dengan tarif tersebut. Persentase itu meningkat dari 61 persen pada Januari.
Ketidakpastian ekonomi tercermin di seluruh lini politik. Sekitar 90 persen pendukung Demokrat dan 57 persen pendukung Republik menyatakan kekhawatiran mereka.
Banyak yang takut akan dampak negatif jangka panjang. Sekitar 66 persen warga AS meyakini ekonomi AS akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih dari kebijakan tarif Trump, menurut survei tersebut.
"Semakin banyak kekhawatiran bahwa tarif dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap ekonomi yang tidak dapat diprediksi, terlepas dari apakah mereka segera dibatalkan atau tidak," kata John Gerzema, CEO Harris Poll.
Ekonom Kimberly Clausing mengatakan dalam wawancara terbaru dengan The New York Times bahwa tarif tinggi dapat mengurangi impor, merugikan produksi AS, dan mengorbankan lapangan pekerjaan. Dia menyebut langkah-langkah itu sebagai "titik awal yang baik" untuk "melemahkan posisi Amerika di dunia."
Menurut perkiraan terbaru dari National Association of Home Builders (NAHB), meningkatnya biaya bahan-bahan bangunan, termasuk kayu, aluminium, dan baja, dapat menambah biaya sebesar 9.200 dolar AS (1 dolar AS = Rp16.432) untuk sebuah rumah tipe standar.
"Para pembangun terus menghadapi kenaikan biaya bahan bangunan yang diperparah oleh isu tarif, serta tantangan dari sisi pasokan lainnya yang mencakup kekurangan tenaga kerja dan lahan," kata Buddy Hughes, ketua NAHB.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merilis sebuah laporan pada Senin, yang mengungkapkan bahwa peningkatan tarif perdagangan Trump akan menghantam pertumbuhan dunia dan meningkatkan inflasi.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan melambat dari 3,2 persen pada 2024 menjadi 3,1 persen pada 2025, sebagian besar akibat ketegangan perdagangan, kata OECD.
Di Kanada, tarif AS disambut dengan gelombang patriotisme, dengan beberapa konsumen dan bisnis memboikot produk-produk AS.
"Saat ini, saya sedikit marah. Saya tidak ingin berinvestasi di perusahaan-perusahaan Amerika," ujar Joanna Goodman, pemilik Au Lit Fine Linens, perusahaan perlengkapan tempat tidur dan pakaian tidur yang berbasis di Toronto, kepada BBC pada Senin.
"Ini seperti menaruh semua telur dalam satu keranjang. Dan saat ini, keranjang itu sangat berisiko dan sangat tidak stabil," kata Goodman, merujuk pada ketergantungan ekonomi Kanada terhadap AS yang sudah berlangsung lama.
Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025