Jakarta (ANTARA) - Pengamat isu politik Timur Tengah Najih Arromadloni mengingatkan pentingnya berpikir strategis menyikapi fatwa jihad yang dikeluarkan oleh Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) dalam membela bangsa Palestina di Gaza.
"Itu semua harus dilakukan dengan rasional, tidak boleh melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, dan harus mempertimbangkan hal yang maslahat. Kita harus berpikir strategis,” kata Gus Najih, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Meskipun, kata dia, membela Palestina dan melawan kezaliman yang dilakukan oleh Israel merupakan kewajiban moral, agama, dan kemanusiaan.
"Mendukung kemerdekaan Palestina itu juga adalah amanat konstitusi Indonesia yang menegaskan bahwa penjajahan itu harus dihapus di seluruh muka bumi dan turut terlibat dalam menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia,” ujar alumnus Suriah itu.
Dia pun menegaskan bahwa fatwa jihad yang dikeluarkan IUMS, yakni jihad dengan bersenjata, perlu dikoreksi bersama sebab jihad yang menggunakan senjata harus diorganisasi dan dipimpin oleh pemerintahan yang sah dalam hukum fikih Islam.
“Di dalam hukum fikih Islam, tidak bisa perorangan atau pihak non-pemerintah menggerakkan jihad bersenjata secara mandiri. Jika tidak begini (mengikuti pemerintahan yang sah) maka semua orang atau kelompok bisa melakukan klaim sepihak atas urgensi angkat senjata yang bisa menyasar siapa saja,” paparnya.
Di sisi lain, dia memandang tak ada yang meragukan beratnya penderitaan warga Palestina dalam menghadapi Israel, namun Indonesia perlu memahami dampak negatif yang ditimbulkan apabila mayoritas umat Islam memenuhi seruan IUMS untuk berjihad secara langsung.
Baca juga: Prabowo sebut ada terobosan soal Gaza dari konsultasi lima negara
Dia lantas mengandaikan apabila banyak umat Islam yang notabene masyarakat sipil dan tidak pernah mendapatkan pelatihan militer berangkat ke Gaza maka akan banyak korban berguguran.
"Dengan begini, unsur kemaslahatan umat yang seharusnya ada pada fatwa ulama jelas tidak akan terwujud, dan bantuan kemanusiaan yang seharusnya didapatkan oleh Palestina akan semakin berkurang jumlahnya," tuturnya.
Oleh sebab itu, dia mengajak rakyat Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap Palestina dalam kapasitasnya masing-masing.
“Kita berjuang sesuai kapasitas kita di sini, dengan terus mengampanyekan pentingnya kemerdekaan Palestina sebagai sebuah bangsa. Bentuk kampanye yang dimaksud bisa melalui bantuan logistik, pendidikan, kesehatan dan yang sejenisnya,” ujarnya.
Dia menilai sebagai masyarakat sipil yang tidak bersenjata dan tidak terlatih, maka bukan bidangnya untuk melakukan jihad bersenjata ke Gaza.
“Ini saya kira langkah yang lebih realistis untuk dilakukan dan lebih strategis dibandingkan seruan untuk intervensi militer ke sana. Tentu langkah yang paling lemah (paling minimal) juga adalah mendoakan. Mendoakan, terus mendoakan saudara-saudara kita sesama Muslim dan sesama manusia yang ada di Palestina ini,” tuturnya.
Baca juga: Menko Polkam tunggu arahan Presiden soal rencana evakuasi di Gaza
Baca juga: DPR tunggu penjelasan Pemerintah soal evakuasi warga Palestina
Dia juga berharap agar segala bentuk upaya membela Palestina tersebut tidak membawa kemudharatan dalam bentuk apa pun di dalam negeri.
"Jika seruan jihad IUMS ini menimbulkan banyak gelombang masyarakat sipil yang menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF), justru akan menjadi masalah baru bagi keluarga yang ditinggalkan, dan bahkan mereka yang berangkat bisa membebani rakyat Palestina yang seharusnya mendapat pertolongan," katanya.
Untuk itu, Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU tersebut meminta agar tidak ada pihak yang melakukan provokasi dan menebar propaganda yang justru berpotensi merusak stabilitas di negara-negara lain, apalagi di Indonesia.
Sebelumnya, Selasa (8/4), Persatuan Cendikiawan Muslim Internasional (IUMS) mengeluarkan fatwa jihad dalam membela bangsa Palestina di Gaza dengan tujuan menghentikan genosida dan kehancuran Gaza yang dilakukan oleh Israel.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025