Peneliti pulihkan mangrove terintegrasi budidaya udang di Donggala

1 week ago 8

Jakarta (ANTARA) - Sejumlah peneliti dari Yayasan Konservasi Indonesia dan Universitas Tadulako berkomitmen untuk memulihkan ekosistem mangrove yang terintegrasi dengan budidaya tambak udang di Desa Lalombi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Ocean Program Director Yayasan Konservasi Indonesia (KI) Budiati Prasetiamartati di Donggala, Rabu, mengatakan pemulihan mangrove terintegrasi dengan budidaya tambak udang di Desa Lalombi, Kecamatan Banawa Selatan itu dilakukan dengan metode Climate Smart Shrimp (CSS).

"Climate Smart Shrimp merupakan metode budidaya udang berkelanjutan yang bertujuan untuk memulihkan ekosistem mangrove, sekaligus meningkatkan hasil produksi tambak udang dengan cara yang ramah lingkungan," kata dia.

Pendekatan model CSS ini, menurutnya memberikan penekanan terhadap seberapa luas tambak yang dipakai, lalu seberapa luas area mangrove yang dilindungi dan bagaimana konektivitas serta jasa lingkungan bisa terbentuk dengan pendekatan itu.

Baca juga: Pengembangan shrimp estate perlu dipastikan tidak rusak mangrove

Pihaknya menilai hal ini penting karena kawasan mangrove di Banawa Selatan, khususnya Desa Lalombi, tak luput dari kerusakan akibat pembukaan lahan oleh masyarakat setempat di masa lalu untuk menjadi tambak udang.

“Sampai dengan sekitar tahun 1980-an di pesisir Desa Lalombi, Banawa Selatan, masih memiliki vegetasi mangrove yang rapat, namun kemudian habis beralih menjadi tambak udang yang diusahakan oleh warga dulu,” kata Budiati.

Para peneliti mendapati sedikitnya ada sembilan jenis mangrove yang ditemukan tumbuh alami di kawasan Desa Lalombi. Namun saat ini kondisinya gundul, karena dipangkas akibat minimnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya mangrove bagi keseimbangan ekosistem pesisir dan keberlanjutan tambak udang yang mulai bergeliat sejak 1990-an di sana.

Baca juga: Agam hentikan aktivitas pembukaan tambak udang di hutan mangrove

Adapun kesembilan spesies tersebut meliputi Rhizophora SP, R. Apiculata, R. Mucronata, Pandanus, Scyphiphora Hydrophyllacea, Avicennia Marina, Sonneratia Alba, dan Nypa Fruticans.

"Orientasi umumnya masih fokus pada tambak saja yang memanfaatkan sirkulasi air pasang, sekarang tambak mereka jadi tidak produktif karena serapan air bermasalah tidak ada mangrovenya," kata dia.

Karena itu tim peneliti KI dan Fakultas Kehutanan (FK) Tadulako bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan perusahaan rintisan pengelolaan budidaya udang berbasis teknologi, JALA, mengembangkan metode budidaya CSS di Desa Lalombi.

Baca juga: BRIN temukan 98 taksa baru flora-fauna & mikroorganisme sepanjang 2024

Dari sekitar 10 hektare lahan yang dikelola oleh perusahaan di Desa Lalombi ini, ada seluas 3,5 hektare lahan yang akan dipulihkan menjadi area mangrove, kemudian 6,5 hektare lainnya adalah area tambak udang intensif lengkap dengan pengolahan air pembuangan (IPAL).

“Secara angka, kontribusinya memang tidak besar kepada keseluruhan area mangrove di Desa Lalombi yakni seluas 50,86 hektare. Tapi diharapkan bisa jadi lokasi percontohan, dimana mangrove sangat berpotensi untuk diintegrasikan dengan tambak udang dalam satu sistem CSS,” katanya.

Berdasarkan hasil kajian, para peneliti menyakini metode CSS tepat diterapkan di Desa Lalombi dibandingkan 40 kawasan lainnya (Pulau Jawa, Kalimantan – Nusa Tenggara) yang mereka observasi selama empat tahun terakhir.

Baca juga: Mahasiswa UAI Jakarta tanam 1.000 pohon mangrove di Donggala Sulteng

Ridge to Reef and GIS Coordinator KI Hanggar Prasetyo menjelaskan hal tersebut dipengaruhi oleh kualitas air di desa yang berhadapan langsung dengan Pantai barat Sulawesi ini masih bagus dan titik tertinggi pasang masih relatif rendah, hingga dukungan positif dari masyarakat setempat.

“Selain itu dengan CSS ini banyak jenis mangrove yang dapat direstorasi, jadi keanekaragaman tetap ada, dibandingkan dengan metode umum seperti silvofishery yang memungkinkan hanya satu jenis mangrove,” kata dia, seraya menambahkan para peneliti sedang menguji coba dua dari sembilan spesies mangrove yaitu Rhizophora SP dan Puguera yang ditanami dalam projek ini.

Dia juga memastikan tumbuh kembang tanaman mangrove tersebut akan terus diamati, termasuk kemampuan menyerap karbon diperkirakan sebesar 7.350 ton CO2e dari lahan seluas 3,5 hektare yang ditargetkan dan pemanfaatannya sebagai biofilter dalam pengelolaan budidaya tambak udang berkelanjutan.

Baca juga: Akibat tambak, satu hektare lahan mangrove di Agam-Sumbar rusak

"Masyarakat setempat tentu dilibatkan dalam upaya restorasi ini, ya, setidaknya dua tahun ke depan sudah dapat kelihatan hasilnya," kata dia.

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |