Palangka Raya (ANTARA) - Konten kreator asal Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Syaifulah selaku pembuat konten parodi yang diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran dan membawa profesi wartawan, menjalani sidang adat yang dipimpin oleh Mantir Adat Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, Ir Dandan Ardi di Betang Hapakat, Selasa.
"Sidang adat ini dilaksanakan atas laporan dari masyarakat Kalimantan Tengah, yakni Andreas Junaedy dan Ingkit Djaper, yang merasa terhina atas konten milik tergugat Syaifulah," kata Dandan Ardi, usai memimpin sidang adat.
Dalam sidang yang juga dihadiri oleh tokoh adat lainnya dari Kelurahan Bukit Tunggal, Petuk Katimpun serta perwakilan Mantir Adat Kecamatan Jekan Raya dan Sebangau, Dandan mempertanyakan tujuan Syaifulah membuat konten tersebut.
Selain itu, ia juga mempertanyakan apakah Syaifulah merupakan seorang wartawan dan juga mewawancarai secara langsung Agustiar Sabran, sebagaimana yang ada di konten tersebut.
Ia juga mengungkapkan sebagai masyarakat Kalimantan Tengah yang memiliki sosok pemimpin, sudah seharusnya masyarakat memberikan dukungan kepada Gubernur Kalimantan Tengah.
"Kalaupun ingin memberikan kritik, berikanlah kritik itu dengan cara yang santun dan jangan sampai membuat hal yang merusak perasaan masyarakat Kalimantan Tengah, apalagi konten itu sudah tersebar luas," ucapnya.
Dandan juga menyampaikan tiga tuntutan yang dilaporkan oleh masyarakat Kalimantan Tengah, yakni Andreas Junaidi dan Ingkit Djaper.
Tiga tuntutan tersebut didasari oleh tiga pasal hukum adat Tumbang Anoi 1894, yakni Singer Tekap Bau Mate dengan tuntutan 45 Kati Ramu, Singer Tandahan Randah dengan tuntutan 45 Kati Ramu dan Singer Kasukup Belom Bahadat dengan tuntutan 250 Kati Ramu.
Ia menjelaskan berdasarkan hukum adat 1 Kati Ramu senilai 2,88 gram emas, namun aturan tersebut kini berganti dengan nilai 1 Kati Ramu senilai Rp250 ribu.
Namun pihaknya selaku Mantir tidak memiliki kewenangan untuk menentukan berapa Kati Ramu yang harus dibayarkan oleh Syaifulah akibat perbuatannya.
"Untuk itu sidang akan dilanjutkan dengan sidang Basara Hai yang akan dilaksanakan pada Jumat (25/4) untuk menentukan jumlah denda adat yang harus dibayarkan oleh Syaifulah," ujarnya.
Sementara itu, Andreas Junaidy mengungkapkan tuntutan ini berawal dari keresahan dan sakit hati masyarakat Kalimantan Tengah yang melihat pemimpin daerahnya dihina oleh masyarakatnya sendiri.
Untuk itu ia melaporkan ke Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah untuk memberikan efek jera kepada pembuat konten agar ke depan dapat membuat konten yang memiliki nilai positif.
"Semoga ke depan tidak ada lagi Syaifulah-Syaifulah lainnya yang diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah, Bapak Agustiar Sabran," tuturnya.
Di tempat yang sama, pembuat konten parodi diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah, Syaifulah mengaku salah dan menyatakan pembuatan video tersebut merupakan tindakannya yang teledor.
Dalam sidang tersebut ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat serta Gubernur Kalimantan Tengah atas viralnya konten yang akhirnya menimbulkan kontroversi.
"Saya jujur tidak memiliki pemikiran apa-apa dalam membuat video tersebut dan saya mengaku salah karena telah membuat video itu," ungkapnya.
Ia menekankan kejadian ini merupakan kesalahan pertama dan terakhirnya serta ia akan menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran untuk membuat hal-hal yang lebih positif ke depan.
"Saya benar-benar minta maaf kepada Gubernur dan masyarakat Kalimantan Tengah atas konten saya yang kurang berkenan di hati masyarakat," kata Syaifulah.
Baca juga: Dewan Adat Dayak daerah perbatasan minta polisi tangkap Edy Mulyadi
Baca juga: Dewan Adat Dayak Kalteng tegaskan kasus Efendi Buhing murni kriminal
Pewarta: Rendhik Andika/Rajib Rizali
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025