Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy mengatakan tantangan di dunia global membuat Indonesia semakin penting mengadopsi kebijakan yang inovatif, adaptif, dan berbasis data untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Beberapa tantangan tersebut mencakup ketidakpastian geopolitik dan geoekonomi global, inflasi meningkat, gangguan rantai pasokan, serta kebijakan ekonomi dari negara-negara seperti AS yang menambah kompleksitas lebih lanjut terhadap trajektori pertumbuhan Indonesia.
“Tantangan ini membuat kita semakin penting untuk mengadopsi kebijakan yang inovatif, adaptif, dan berbasis data untuk mempertahankan momentum pertumbuhan Indonesia,” katanya dalam Public Lecture Moving Towards 8% Growth for Indonesia, di Jakarta, Senin.
Dalam kesempatan itu, Bappenas mengundang Profesor Ricardo Hausmann yang merupakan mantan Menteri Perencanaan Venezuela untuk mendapatkan wawasan dan perspektif terkait cara agar Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, meskipun menghadapi tantangan global yang kompleks.
Pada tahun 2017, Ricardo sempat mengisi kuliah umum di Indonesia terkait pendekatan baru untuk strategi pembangunan nasional dan mengidentifikasi kendala paling mengikat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Studi itu mengungkapkan, kendala paling mengikat di tanah air adalah regulasi dan kelembagaan yang berkontribusi terhadap stagnasi pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir.
“Temuan tersebut berperan penting dalam membentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana diagnostik pertumbuhan diadopsi sebagai bagian dari strategi pembangunan kita,” ujar dia.
Memasuki era RPJMN 2025-2029, salah satu target paling ambisius Indonesia dalam rencana ini adalah mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan inklusif sebesar 8 persen.
Sasaran itu pada dasarnya untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan sumber daya manusia, serta memastikan ketahanan ekonomi jangka panjang Indonesia.
“Kita telah mengembangkan kerangka strategi 8 plus 1 untuk percepatan pertumbuhan ekonomi,” ujar Rachmat.
Delapan strategi tersebut adalah peningkatan produktivitas pertanian menuju swasembada pangan, industrialisasi (hilirisasi) sektor padat karya, berorientasi ekspor, dan berkelanjutan; ekonomi biru dan ekonomi hijau; pariwisata dan ekonomi kreatif; perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi; transformasi digital; lalu investasi (foreign direct investment) berorientasi ekspor dan investasi non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kemudian juga belanja negara untuk produktivitas melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan 3 juta rumah, lumbung pangan nasional dan desa, sekolah unggul, hilirisasi lanjutan, electric vehicle, dan lain-lain.
Adapun langkah kebijakan yang dilakukan adalah deregulasi perizinan, kesinambungan fiskal yang didukung oleh Kementerian Keuangan, serta kebijakan moneter pro-growth.
Dalam satu makalah yang dibuat Profesor Hussman, ujarnya lagi, negara-negara mengembangkan keunggulan komparatif mereka.
Misalnya adalah Turki yang dulu mengekspor minyak zaitun, tetapi saat ini mengekspor mobil hingga elektronik.
Turki disebut mengekspor banyak produk yang tidak hanya terkait produk pertanian.
Mereka dinilai membuka banyak produksi yang dapat bersaing dengan negara lain.
“Setiap negara memiliki peluang uniknya sendiri, dan Indonesia juga membentuk peluang uniknya sendiri, dan kami ingin belajar dari hal ini dari sisi Anda (Profesor Hussman),” kata Kepala Bappenas itu pula.
Baca juga: Prabowo umumkan delapan kebijakan pendorong ekonomi di kuartal I 2025
Baca juga: Komisi V DPR minta efisiensi anggaran tak berdampak ke rakyat
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025