Mengenal makna "Utopia" beserta penjelasannya

3 weeks ago 5

Jakarta (ANTARA) - Setiap orang tentu pernah membayangkan bentuk ideal dari sebuah masyarakat, tempat di mana semua orang hidup damai, bekerja sama, dan merasa bahagia. Konsep inilah yang dikenal dengan istilah utopia, sebuah ide tentang masyarakat sempurna yang selama berabad-abad telah menjadi sumber inspirasi dalam dunia filsafat, sastra, dan reformasi sosial.

Pengertian utopia

Secara etimologis, istilah utopia berasal dari bahasa Yunani "ou" yang berarti “tidak” dan "topos" yang berarti “tempat.” Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Sir Thomas More dalam bukunya Utopia (1516), yang menggambarkan sebuah pulau fiktif dengan sistem pemerintahan dan sosial yang dianggap sempurna. Secara harfiah, utopia berarti “tempat yang tidak ada,” mengisyaratkan bahwa tempat tersebut hanyalah khayalan atau idealisme semata.

Menurut Merriam-Webster Dictionary, utopia diartikan sebagai “a place of ideal perfection especially in laws, government, and social conditions” atau tempat dengan kesempurnaan ideal terutama dalam hukum, pemerintahan, dan kondisi sosial. Utopia juga dapat merujuk pada “an impractical scheme for social improvement” atau skema perbaikan sosial yang sulit diterapkan dalam kenyataan.

Sementara itu, menurut Cambridge Dictionary, utopia adalah “a perfect society in which people work well with each other and are happy,” yakni masyarakat sempurna di mana orang-orang bekerja sama dengan baik dan hidup bahagia.

Baca juga: Citra pemimpin, antara obsesi, realitas, dan utopia

Utopia dalam sastra

Sejak Thomas More memperkenalkan konsep utopia, banyak penulis dan pemikir mengembangkan ide masyarakat ideal ini dalam bentuk fiksi dan esai. Salah satu contoh awal adalah Plato melalui karya klasiknya Republic, yang mempengaruhi banyak utopia berikutnya.

Dalam Utopia, Thomas More menampilkan seorang tokoh fiktif bernama Raphael Hythloday yang menceritakan kehidupan di sebuah pulau yang seluruh sistemnya, dari ekonomi, hukum, hingga moral diatur berdasarkan akal sehat dan prinsip keadilan sosial. Pulau ini kontras dengan kondisi Eropa saat itu yang dilanda keserakahan dan ketimpangan.

Selain More, ada pula tokoh-tokoh seperti Francis Bacon dengan New Atlantis, Tommaso Campanella dengan La Città del Sole, dan Johann Valentin Andreae dengan Christianopolis yang turut melahirkan berbagai varian masyarakat utopis, baik yang bersifat religius, ilmiah, maupun sosialis.

Utopia spekulatif, praktis, dan satiris

Karya-karya tentang utopia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:

  • Utopia spekulatif, yaitu menggambarkan dunia ideal dalam kerangka imajinatif.
  • Utopia praktis, yang menyajikan skema nyata untuk diterapkan dalam kehidupan sosial, seperti komunitas-komunitas eksperimental.
  • Utopia satiris, yang lebih menyoroti kritik sosial terhadap kondisi yang ada, seperti Gulliver’s Travels karya Jonathan Swift atau Erewhon karya Samuel Butler.

Komunitas utopis di dunia nyata

Gagasan tentang masyarakat sempurna tidak hanya muncul dalam sastra, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk komunitas nyata, terutama pada abad ke-17 hingga ke-19. Di Amerika Serikat, misalnya, terdapat lebih dari 100 komunitas utopis yang didirikan oleh kelompok keagamaan maupun kaum reformis sosial, seperti Shakers, Amana Colonies, dan komunitas Oneida. Sebagian besar komunitas ini bertahan hanya sementara karena bergantung pada satu tokoh pemimpin yang kuat.

Antitesis utopia (Distopia)

Memasuki abad ke-20, muncul pandangan yang lebih skeptis terhadap kemungkinan terwujudnya masyarakat ideal. Hal ini ditandai dengan munculnya karya-karya distopia, yaitu kebalikan dari utopia, yang menggambarkan masa depan penuh penindasan, ketakutan, dan penderitaan. Beberapa contoh terkenal termasuk Brave New World (Aldous Huxley), 1984 (George Orwell), dan Fahrenheit 451 (Ray Bradbury).

Utopia adalah konsep tentang masyarakat sempurna yang menjadi cerminan dari harapan manusia akan dunia yang lebih baik. Meskipun dalam praktiknya sulit terwujud, utopia tetap relevan sebagai bahan renungan, kritik sosial, dan inspirasi untuk membangun peradaban yang lebih adil dan harmonis. Di balik sifatnya yang “mustahil,” utopia mengajarkan manusia untuk terus berpikir idealis dan berupaya memperbaiki dunia nyata, sekecil apa pun langkahnya.

Baca juga: Sedetik utopia di tengah panggung hiburan

Baca juga: Negara penjamin kebebasan beragama dalam utopia masyarakat Indonesia

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |