Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menyatakan pihaknya terbuka atas usulan yang mengungkapkan perlunya evaluasi pendidikan kedokteran, termasuk dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
"Tentu jika ada hal-hal yang tidak baik kita akan lihat seperti apa supaya bisa kita perbaiki," kata dia di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan hal itu merespons kasus kekerasan seksual yang dilakukan salah seorang dokter yang menjadi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan berpraktik di RSUP Hasan Sadikin Bandung.
Pihaknya juga mengintensifkan komunikasi dengan Kementerian Kesehatan sebagai mitra dalam program ini.
"Saya sudah berkomunikasi juga dengan Pak Rektor Unpad, dengan Pak Menkes," ucap Brian Yuliarto.
Baca juga: Kemenkes pastikan penghentian PPDS Unpad tak ganggu layanan-pendidikan
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan harus ada perbaikan sistem yang diterapkan dalam PPDS.
"Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung, untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki," katanya.
Ia mengatakan perbaikan dilakukan dengan langkah pembekuan karena akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara.
"Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa," katanya.
Pihaknya juga memberikan sanksi yang berdampak pada efek jera kepada para pelaku, salah satunya dengan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).
"Jadi kami tetap pastikan STR, SIP dicabut, karena kewenangan ada di Kemenkes pada undang-undang yang baru, sehingga dia nggak bisa praktik lagi," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Baca juga: PDSKJI: Skrining jiwa berkala inisiatif jaga profesionalisme dokter
Baca juga: Kementerian PPPA minta dokter pelaku pemerkosaan di RSHS dihukum berat
Baca juga: Unpad hargai keputusan pembekuan PPDS di RS Hasan Sadikin Bandung
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025