Marwan Dasopang: UU Haji perlu direvisi karena sudah tak relevan

1 week ago 9
UU ini tidak bisa menjawab kebutuhan kita

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyampaikan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah perlu direvisi karena sudah tidak relevan dengan penyelenggaraan haji masa kini.

"Kenapa perlu revisi? Karena memang tidak lagi relevan. UU ini tidak bisa menjawab kebutuhan kita," ujar Marwan saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik yang digelar DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengenai revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Jakarta, Rabu.

Dia lalu menyampaikan terdapat sejumlah hal yang diatur dalam UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang sudah tidak relevan dengan keadaan terkini, yakni terkait kelembagaan, penyelenggaraan, dan proses ibadah.

Mengenai kelembagaan, menurut Marwan, UU Haji nantinya perlu menegaskan bahwa penyelenggaraan haji menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Haji (BP Haji) atau bahkan badan tersebut diubah menjadi kementerian.

Baca juga: DPR: Pemanfaatan kuota haji negara sahabat perlu diatur dalam UU Haji

Baca juga: Muhaimin: PKB usul BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah

Menurut dia, urusan haji sudah tidak relevan apabila diatur oleh Kementerian Agama, mengingat kementerian itu bertugas pula mengurusi persoalan lain, seperti bimbingan masyarakat (bimas) dan pendidikan agama.

"Kalau menterinya masih bergabung dengan yang lain, memang akan ada yang tertinggal. Kalau tidak hajinya yang tertinggal, bisa pendidikannya, bisa bimasnya yang tertinggal. Maka kesimpulannya, yang tidak relevan kelembagaan, harus ada satu lembaga yang menangani," ujarnya.

Lalu, terkait dengan penyelenggaraan, menurut Marwan, revisi UU Haji perlu memuat penyelesaian terkait dengan antrean haji yang panjang di Tanah Air. Dia mencontohkan, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, masa tunggu bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah haji mencapai 49 tahun.

"Saya kemarin dari sana, sudah mereka laporkan. Kalau mendaftar di umur 50 tahun, ditambah 49 tahun, itu 99 tahun. Enggak ada harapan. Begitu mendaftar, tidak ada harapan lagi untuk menjalankan ibadah haji. Undang-Undang ini harus bisa menjawab bagaimana cara kita mengurai ini," kata dia.

Dia pun menilai pemanfaatan kuota haji milik negara sahabat perlu diatur dalam Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang tengah direvisi demi mengatasi persoalan antrean haji di Indonesia yang panjang.

Baca juga: Anggota DPR usul adanya larangan pinjam bank untuk uang muka haji

Baca juga: Anggota DPR: Batas usia pembimbing perlu diatur pada revisi UU Haji

Baca juga: BP Haji minta masukan PWNU Jatim soal dam dan revisi UU Haji

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |