Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil aparatur sipil negara atau pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA.
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama ACZ, ASN Kemenaker yang pernah menjabat sebagai Subkoordinator di Direktorat PPTKA Kemenaker," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Selain itu, lembaga antirasuah juga memanggil tiga orang saksi lainnya, yakni SHM selaku pekerja lepas di PT Belitung Makmur Mandiri pada 2023–2024, serta JF dan S selaku agen tenaga kerja asing (TKA).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ACZ merupakan Subkoordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Sektor Industri Kemenaker Ali Chaidar Zamani.
Sementara itu, KPK sempat memeriksa dua orang mantan Subkoordinator di Direktorat PPTKA Kemenaker atas nama Mustafa Kamal dan Eka Primasari sebagai saksi kasus tersebut pada Kamis (11/9).
Pada pemeriksaan tersebut, KPK mendalami penerimaan uang tidak resmi dari para agen TKA, serta uang THR tiap tahun yang diterima hampir seluruh pegawai pada Direktorat PPTKA yang uangnya diduga berasal dari para agen TKA.
Baca juga: KPK dalami pegawai Kemenaker terima uang THR dari hasil pemerasan TKA
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.
Baca juga: KPK panggil dua mantan Subkoordinator Kemenaker jadi saksi kasus RPTKA
Baca juga: Selain RPTKA dan K3, KPK usut dugaan korupsi pelayanan publik lain di Kemenaker
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.