Danamon ungkap prospek industri otomotif 2025 berpotensi membaik

1 week ago 7

Jakarta (ANTARA) - PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) menilai prospek industri otomotif nasional pada 2025 berpotensi membaik seiring dengan perbaikan daya beli konsumen, penurunan suku bunga, serta ekspansi sektor manufaktur.

"Jadi kalau ekonomi globalnya membaik, ya harusnya konsumen juga punya daya beli karena industri itu kan enggak akan expand kalau konsumsinya (masyarakat) enggak membaik," kata Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang dalam acara Media Gathering Danamon di Jakarta, Rabu.

Hosianna mengatakan bahwa industri otomotif yang memiliki kontribusi sekitar 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini sangat terkait dengan arah suku bunga serta kondisi ekonomi global.

Ia menjelaskan, tren perbaikan sektor otomotif mulai terlihat sejak awal 2025.

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Januari 2025 mencapai level 127,2, mencerminkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi.

Selain itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia juga mengalami peningkatan dari 51,2 pada Desember 2024 menjadi 51,9 pada Januari 2025.

Selain itu, imbuh dia salah satu faktor pendorong pemulihan industri otomotif adalah tren penurunan suku bunga di Indonesia.

Sejak 2024, BI telah memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75 persen, dan tetap dipertahankan di level tersebut hingga Februari 2025.

:Jadi kita melihat sih ada arah ke perbaikan. Karena kalau di 2023-2024 kan itu suku bunga naik terus tuh, dari 3,5 persen sampai ke 6,25 persen. Yang kita tahu kan konsumen pasti akan mengerem belanjanya, jadi industrinya agak tertahan," jelasnya.

Baca juga: Kemenperin sebut industri bus miliki prospek bisnis menjanjikan

Dari sisi global, Hosianna menilai kebijakan tarif resiprokal yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi memberikan dampak tidak langsung terhadap industri otomotif Indonesia.

Sebab, China dan India yang cenderung menjadi target kebijakan tarif Trump merupakan mitra terbesar Indonesia.

Meski demikian, dampak kebijakan tersebut terhadap industri otomotif Indonesia diperkirakan tidak sebesar dampaknya terhadap negara-negara lain seperti Vietnam, Thailand, Kanada, dan Meksiko yang memiliki hubungan dagang lebih erat dengan AS.

Mengenai tren kendaraan listrik (EV), Hosianna menyebut bahwa meskipun industri otomotif menunjukkan prospek positif, segmen kendaraan listrik masih menghadapi tantangan besar.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa pangsa pasar kendaraan listrik masih sekitar 10 hingga 11 persen, kendaraan hibrida (hybrid) masih mendominasi sekitar 37 hingga 40 persen, sementara mayoritas pasar masih didominasi kendaraan berbahan bakar konvensional.

Menurutnya, tantangan utama bagi EV di Indonesia adalah infrastruktur pengisian daya yang masih terbatas serta aksesibilitas bagi konsumen.

Selain itu, persepsi konsumen terhadap EV masih menjadi kendala, terutama dalam hal layanan purna jual dan daya tahan baterai.

"Ini emang ada tantangan untuk EV untuk semakin disukai. Hanya mungkin lebih disukai untuk yang segmen (konsumen) yang memang premium karena menawarkan insentif pajak yang lebih murah. Maka dari itu, kita melihatnya enggak terlalu positif untuk EV," tuturnya.

PT Bank Danamon Indonesia Tbk bersama Adira Finance dan MUFG yang berada dalam satu ekosistem tetap optimistis terhadap prospek industri otomotif nasional ke depan.

Baca juga: DRMA nilai prospek bisnis otomotif tahun depan masih menjanjikan

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |